Lihat ke Halaman Asli

Inosensius I. Sigaze

TERVERIFIKASI

Membaca dunia dan berbagi

Toxic Positivity Itu Tidak Selamanya Negatif

Diperbarui: 5 Agustus 2021   08:35

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

ilustrasi tersenyum, salah satu cara untuk berpikir positif. (sumber: PEXELS via kompas.com)

Perpaduan Toxic positivity, kata-kata yang memotivasi, air dan keyakinan spiritual bisa saja menjadi kekuatan yang mengubah dan menyembuhkan.

Umumnya orang tahu bahwa memaksakan kehendak orang lain itu tidak baik, ya namanya "memaksakan" apapun itu kaitannya pasti nantinya akan menjadi tidak enak, tidak baik dan lain sebagainya.

Demikian juga fenomena yang terkandung dalam istilah Toxic positivity juga bisa dikatakan tidak baik. Pemahaman istilah Toxic Positivity selalu berkaitan dengan kata kerja "memaksakan" baik itu memaksakan orang lain atau diri sendiri untuk berpikir positif.

Meskipun demikian, pengalaman seseorang bisa saja berbicara sangat berbeda, selain yang terjadi umumnya hingga ada konotasi bahwa Toxic positivity itu negatif.

Pada tahun 2016 saya tidak tahu persis hari dan tanggalnya. Namun tahun itu mengingatkan saya suatu peristiwa yang bisa saya katakan saat saya sendiri belum tahu apa itu Toxic positivity dan telah mencoba masuk ke dalam fenomena itu. 

Pertanyaannya, salahkah diriku jika aku pernah melakukan itu? Saya ingin berbagi kisah kecil penuh haru yang memberanikan saya berani berkata lain bahwa Toxic positivity, tidak selamanya negatif.

Kisah saya: Toxic positivity, tidak selamanya negatif

Saya punya seorang teman yang karena hobi bermain tish tenis berkenalan dan menjadi akrab. Dia seorang Polandia. Pada masa-masa kursus bahasa kami berkenalan, ya gara-gara pingpong.

Dalam satu kesempatan kami bertemu dalam satu ruangan olahraga dan teman-teman mahasiswa lain belum datang. Akhirnya kami berkenalan dan bermain pingpong.

Tidak saya duga bahwa dia bermain begitu bagus, dengan gaya khas backhand yang bagi saya sempurna. Dia adalah seorang mahasiswi yang berkecimpung dalam satu organisasi besar dengan fokus perhatian untuk orang-orang muda di Krakow, Polandia.

Emilka namanya, duh saya jadi terbawa kembali ke kenangan masa itu. Ya saya ingat kami sama-sama berjuang berbicara bahasa Jerman, hingga suatu saat dia bercerita tentang mimpinya, "aku bermimpi pada suatu waktu kamu memberikanku cincin yang berkilau-kilau," katanya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline