Lihat ke Halaman Asli

Syaiful W. HARAHAP

TERVERIFIKASI

Peminat masalah sosial kemasyarakatan dan pemerhati berita HIV/AIDS

FOMO Sebagai Penyakit Baru Para Pecandu Media Sosial

Diperbarui: 20 Januari 2024   11:28

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi (Sumber: 123rf.com)

Peron jalur 3 Stasiun KA Tanah Abang, 18/1-2019, pukul 20.30, penuh sesak. Bergeser pun nyaris tidak bisa. Informasi dari stasiun melalui pengeras suara mengatakan rangkaian KRL Commuter Line segera tiba.

Calon penumpang tujuan akhir Sta KA Bogor bukan bersiap-siap untuk naik ke gerbong, tapi tetap sibuk memainkan jari-jemari di papan ketik ponsel pintar mereka.

Lima pintu gerbong KRL terbuka. "Utamakan penumpang yang turun." Itu suara dari pengeras suara. Setelah penumpang turun, calon penumpang yang berjejal di peron berebut naik. Tapi, lagi-lagi tetap memegang ponsel. Satu tangan pegang ponsel tangan lain pegang tas atau barang tentengan.

Kecanduan

Suasana di gerbong penuh sesak. Kata orang 'ibarat ikan dencis' (ikan makerel kalengan), saling berhimpitan. Tapi, lagi-lagi banyak penumpang yang tetap memainkan jari-jemari di keyboard layar sentuh ponsel.

Di bus TransJakarta juga pemandangan sama. Penumpang naik dari shelter atau halte satu tangan tetap memegang ponsel dan tangan lain memegang barang tentengan. Sering terjadi penumpang terdorong ke depan, maka mereka memakai siku menahan badan.

Kecanduan terhadap media sosial disebut sebagai FOMO (fear of missing out) yaitu perilaku yang dikaitkan dengan kecanduan terhadap media sosial karena mereka takut ketinggalan informasi. Akibatnya, mereka tidak bisa melepaskan diri dari ponsel dan tablet, bahkan ketika hendak tidur (abc.net.au, 9/11-2018).

Kalangan ahli sudah lama mengingatkan bahwa ketergantngan terhadap ponsel akan menyebabkan kecanduan. Bahkan, ada pula studi yang mengaitkan kecanduan media sosia dengan kesepian dan depresi. Disebutkan oleh peneliti di Universitas Pennsylvania, AS, bahwa gagasan tentang ada hubungan antara media sosial dan kesehatan mental telah menjadi pembicaraan selama beberapa tahun, tetapi belum banyak kajian yang berhasil menghubungkan keduanya (voaindonesia.com, 10/11-2018).

[Baca juga: Fenomena "Generasi Nunduk", Apakah Kita Akan Berhenti Saling Menyapa?]

Hasil studi Universitas Pennsylvania, dipimpin oleh psikolog Melissa Hunt,  terkait dengan media sosial, khususnya Facebook, Snapchat dan Instagram, disebutkan oleh Hunt temuan sebagai "ironi besar'' dalam media sosial.

Studi yang melibatkan 143 pengguna media sosial, usia 18 - 22 tahun, yang sudah mengikuti survei tentang suasana hati mereka dengan petunjuk seberapa sering mereka memakai telepon dan mengakses media sosial. Kondisi penelitian dibuat seperti kehidupan di dunia nyata yang disebut secara ekologis.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline