Lihat ke Halaman Asli

Galih Prasetyo

TERVERIFIKASI

pembaca

Meski Ringgit di Dompet, Garuda di Dada

Diperbarui: 24 September 2018   21:33

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Garuda di dada | kompasiana.com

Miliki luas negara 1,904,569 km2, negara ini dianugerahi banyak hal hebat. Mulai dari sumber daya alam (SDA) hingga sumber daya manusia (SDM) dari pelbagai bidang.

Tak terkecuali di bidang olahraga, utamanya sepakbola. Sejumlah pihak yang memiliki pekerjaan di bidang peningkatan sepakbola nasional, sadar betul bahwa di pelosok-pelosok negeri ini banyak talenta hebat di lapangan hijau.

Indra Sjafri misalnya, saat menjabat sebagai pelatih Timnas U-19 pada 2013 silam, menjalaniblusukan untuk menemukan bakat hebat negeri ini di lapangan hijau. Usahanya berbuah hasil, Timnas U-19 mampu menjuarai Piala AFF U-19, gelar internasional pertama negeri ini sejak 22 tahun terakhir.

Publik pun mulai sadar bahwa bakat sepakbola Indonesia tidak hanya berasal dari kota-kota besar, sejumlah pemain yang dicomot Indra beberapa tahun lalu berasal dari kota 'antah berantah', sebut saja Yabes Roni Malaifani.

Yabes ialah putra Alor, salah satu dari dua pulau terluar di Nusa Tenggara Timur (NTT). Pulau Alor adalah satu dari 92 pulau terluar Indonesia karena berbatasan langsung dengan Timor Leste di sebelah selatan.

Faktanya, jauh dari hingar bingar kota besar yang selalu riuh dengan sorotan media, geliat sepakbola di daerah-daerah perbatasan masih mampu lahirkan bakat sepakbola.

Mereka yang ada di perbatasan negara, masih terus menendang bola di lapangan bebatuan yang sudah tak lagi terlihat rumputnya. Aktifitas yang dilakukan demi sebuah prestasi dan keinginan kelak bisa membela panji Merah Putih.

Perjuangan insan sepakbola di Sebatik

Salah satu daerah tapal batas yang kurang mendapat perhatian dalam hal pengembangan sepakbola ialah daerah Sebatik, Kabupaten Nunukan, Kalimantan Utara. Daerah yang masyarakatnya menggunakan mata uang rupiah dan ringgit Malaysia sebagai alat transaksi keuangan ini boleh dibilang tertinggal dalam hal pengembangan sepakbola.

Meski tak mendapat perhatian dari PSSI atau Kemenpora, geliat sepakbola di sana masih berlangsung. Dikutip dari batasnegeri.com, pertandingan sepakbola di daerah Sebatik, pada level antarkampung (tarkam) biasa mengundang tim sepakbola dari Malaysia.

"Panitia memang sengaja mengundang mereka (tim dari Malaysia)," kata Camat Sebatik Tengah, Harman pada medio 2015 lalu.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline