Lihat ke Halaman Asli

Body Shamming, Peduli atau Bully?

Diperbarui: 17 November 2022   15:41

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Shutterstock

"Kamu kok tambah kurus aja sih?" "Apakah hidupmu tertekan?" "Kamu sakit apa?"

"Mikir apa sih kok sekarang berjerawat gitu?"

"Dari dulu kamu tu ya makan aja yang dipikirin. Gimana nggak seperti gentong."

Begitulah pertanyaan yang sering dilontarkan teman. Teman yang sudah kenal berpuluh tahun lamanya dan hampir setiap hari bertemu. Teman yang sudah mengetahui berat badan yang nyaris tak bertambah ataubtak mau turun hingga kini. Dan pertanyaan yang sama sudah terlontar beberapa kali membuat jengah yang ditanya karena tak tahu harus menjawab apalagi.

Penanya merasa perlu bertanya karena ia khawatir dengan kondisi temannya. Benarkah? Tapi yang ditanya merasa risih dengan pertanyaan itu. Tubuh kurus yang ia miliki sejak lahir tak mampu membuatnya bersikap cuek ketika teman bertanya tentang sebab kekurusannya itu. Ia merasa tak nyaman karena bertahun-tahun dia telah berupaya untuk menambah berat badan namun belum tampak jua hasilnya. Demikian pula si gemuk yang telah mengikuti berbagai terapi khusus demi menurunkan berat badannya. Dan harus menelan pil pahit kekecewaan karena hasilnya zonk.

Body Shamming atau mencela fisik dilakukan seseorang kadang tanpa sadar. Ia merasa tak punya tujuan membully. Reaksi spontan ini dilakukan justru karena ia khawatir dan peduli. Namun, komentar atau pertanyaan bagi si pemilik fisik istimewa ini terasa begitu menohok. 

 Hati-hati, sikap peduli dan membully di sini sangat tipis batasannya. Mereka yang mempunyai berat badan yang jauh dari standar normal baik kegemukan maupun terlalu kurus atau cungkring, hidung pesek atau besar, kulit hitam atau rambut kribo dan masih banyak kekurangan fisik yang lain biasanya yang sering mendapatkan kritikan.

 Bijaklah mengomentari fisik mereka. Semua yang mereka alami adalah karunia dari Tuhan. Bisa jadi pula mereka memang mengalami sakit yang butuh pertolongan.  Hargailah mereka yang mungkin sudah berupaya mengubah kekurangan fisiknya tapi belum berhasil. Tak semua mental seseorang itu setegar batu karang atau sekeras baja. 




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline