Lihat ke Halaman Asli

Beryn Imtihan

TERVERIFIKASI

Penikmat Kopi

Estafet ke Jakarta (1): Menyusuri Lautan, dari Lembar Menuju Tanjung Perak

Diperbarui: 8 September 2025   10:02

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Estafet ke Jakarta, menyusuri lautan, dari Lembar menuju Tanjung Perak. (Sumber: Dokpri)

Perjalanan menuju Jakarta kali ini ditempuh dengan cara berbeda: estafet antara laut dan darat. Dari dermaga Lembar di Lombok, kapal laut menjadi kendaraan pertama yang mengantar hingga Tanjung Perak Surabaya. Setelahnya, kereta Jayakarta siap membawa langkah berikutnya menuju ibu kota.

Bukan sekadar perpindahan jarak, perjalanan ini adalah rangkaian pengalaman yang menautkan laut dan rel. Ombak, dek, dan suara mesin kapal berpadu dengan denting roda besi kereta di malam hari. Dari Lombok, Surabaya, hingga Jakarta, setiap etape meninggalkan jejak cerita tersendiri.

Menimbang Pilihan, Menyongsong Perjalanan

Memilih kapal laut dibandingkan pesawat adalah keputusan penuh pertimbangan sekaligus dorongan rasa ingin tahu. Bukan semata soal harga tiket atau fleksibilitas bagasi, melainkan keinginan kuat merasakan kembali pengalaman menyeberang jalur laut Lombok–Surabaya yang lama tak dijalani. Perjalanan ini bukan sekadar perpindahan tempat, melainkan pengalaman menyerap ruang dan waktu.

Proses mendapatkan tiket ternyata penuh cerita. Awalnya mengincar kelas VIP agar perjalanan 22 jam lebih nyaman. Namun kursi habis, begitu pula ekonomi tidur. Hanya tersisa ekonomi duduk, opsi yang terasa berat. Untung, sehari menjelang keberangkatan, agen menawarkan tiket batal, sehingga perjalanan tetap terlaksana.

Kapal KM. Kirana VII bersandar di pelabuhan Lembar. (Sumber: Dokpri)

Harga tiket ekonomi tidur terbilang ramah: Rp333 ribu per orang, sudah termasuk makan. Tarif anak lebih murah, bayi pun dikenai biaya seratus ribu. Bukan sekadar angka, melainkan tanda bahwa kapal laut masih menjaga aksesibilitas, terutama bagi mereka yang ingin menempuh perjalanan panjang tanpa biaya memberatkan.

Barang bawaan pun disiapkan secermat mungkin. Air minum, camilan, tisu, suplemen, hingga plastik untuk sampah menjadi bekal wajib. Pengalaman sebelumnya mengajarkan, tempat sampah di kapal sering terbatas. Maka, ransel khusus perlengkapan pribadi dipisahkan dari tas oleh-oleh dan pakaian cadangan untuk efisiensi perjalanan.

Menjelang keberangkatan, rasa waswas tetap muncul. Bukan soal kenyamanan kapal, melainkan ingatan pada ombak Selat Bali yang kerap mengguncang. Gelombang bisa mencapai dua setengah meter lebih, ditambah pusaran air berbahaya. Doa menjadi bekal pertama sebelum kaki benar-benar menapak di dermaga Lembar.

Ritme Pagi di Pelabuhan Lembar

Tiba di Pelabuhan Lembar pukul 09.12 WITA, suasana terlihat lebih lengang dari perkiraan. Hanya beberapa truk bersiap berangkat, sementara kursi ruang tunggu masih kosong. Penumpang yang lebih awal datang bisa dihitung jari. Namun, menjelang kapal merapat, wajah-wajah baru mulai berdatangan tergopoh membawa barang bawaan.

Pagi di Pelabuhan Lembar, penumpang mulai berdatangan untuk menyeberang menuju Surabaya. (Sumber: Dokpri)

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline