Lihat ke Halaman Asli

Antiklimaks, Pembagian Sembako Menjadi Akhir Runtuhnya Elektabilitas Ahok

Diperbarui: 18 April 2017   08:34

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Setahun hingga dua tahun yang lalu meskipun tanpa partai semua orang bilang Tidak Ada yang bisa menyaingi Ahok bila Ahok masih ingin menjadi Gubernur DKI. Popularitas begitu menjulang, Elektabilitas begitu gemilang. Semua orang bilang Ahok akan sangat mudah mempertahankan jabatan Gubernur DKI pada tahun 2017.

Kepuasan warga DKI terhadap kinerja Ahok sangat tinggi. Kalau saja Ahok tidak kasar mungkin Elektabilitasnya bisa menyamai Tri Rismaharini.  Bahkan waktu itu Ahok sudah mulai digadang-gadangkan menjadi  Cawapres Jokowi tahun 2019 atau mungkin Capres RI juga.

Ahok dikenal sebagai Pribadi Bersih yang berani melawan kekuatan Oligopoli DPRD DKI. Ahok mengambil jarak dengan Parpol-parpol. Mungkin itulah yang membuat Ahok semakin popular (pada waktu itu).

Sayangnya sejak Ahok menjadi Gubernur DKI, semakin lama semakin tipis Rasa Empatinya terhadap warga DKI. Arogansi Ahok mulai sering Nampak. Penghargaannya pada staffnya maupun warga DKI mulai jauh berkurang. Ahok begitu sering memaki orang di depan public. Disitulah mulai tumbuh musuh-musuh Ahok.

Walaupun demikian, meski banyak yang memusuhinya Elektabilitas Ahok menjelang Pilkada Serentak tetap tinggi (mungkin sekitar 65%).  Apalagi waktu itu ada Komunitas Relawan yang sangat eksis mendukung Ahok (Teman Ahok). Komunitas ini malah dijadikan sampling untuk tokoh-tokoh lain di daerah.

Nama Ahok yang begitu harum akhirnya mulai tergerus oleh kasus-kasus yang mencuat. Ibarat peribahasa Tak Ada Gading yang Tak Retak. Mungkin karena Ahok terlalu arogan akhirnya Tuhan menegurnya dengan membuka beberapa kelemahannya.

Kasus Sumber Waras benar-benar membuat Ahok menjadi Tokoh yang tidak sempurna. Elektabilitasnya mulai tergerus dengan kasus ini. Pukulan berikutnya Kasus Reklamasi. Kedekatannya pada Agung Podomoro dan Agung Sedayu membuat public mulai meragukan nasionalismenya.

Mungkin prosentase turunya Elektabilitas Ahok setelah 2 kasus itu mencuat sekitar 10%. Elektabilitas Ahok diperkirakan sudah tinggal 55%.

Kemudian datang lagi satu pukulan keras. Kali ini bersumber dari Ahok sendiri. Ahok membatalkan niatnya maju pilkada lewat jalur Independen. Ahok kembali ke habitatnya semula menjadi Politisi yang berkonspirasi dengan beberapa parpol. Disitulah Elektabilitas Ahok turun tajam dan diperkirakan tinggal 45%.

Akan tetapi yang mendukung Ahok kemudian ternyata PDIP dan Golkar. Dua partai terbesar saat ini ditambah  3 partai lainnya. Tentu saja ini membuat kekuatan politik Ahok menuju Pilkada semakin kuat.

Diatas kertas kalkulasi kekuatan politik Ahok dengan dukungan 5 partai sudah mencapai diatas 55%. Apalagi di kalangan kaum double minoritas nama Ahok menjadi  Idola. Ahok sangat diharapkan mampu bersaing di pentas politik tingkat nasional mewakili kaum double minoritas.  Sangat tinggi ekspetasi mereka dan sangat kuat dukungannya di media-media social.  Begitu juga dengan mereka yang memiliki Media nasional. Ahok juga sangat didukung.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline