Lihat ke Halaman Asli

Rio Estetika

Dengan menulis maka aku Ada

Cerpen | Selekta Kisah Oemar Bakrie Milenial

Diperbarui: 25 November 2019   20:36

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gambar Ilustrasi. Sumber: mediasiar.com

Pukul setengah tujuh, matahari telah menampakkan sinarnya. Semua orang memulai aktivitasnya mencari penghidupan. Begitupun Sunaryo, pemuda 22 tahun fresh graduate dari perguran tinggi swasta ternama di kota Solo. Memulai harinya pergi ke sekolah tempatnya mengajar. Menunggu bis kota sebagai tumpangan menuju sekolah adalah cara termudah yang bisa ia lakukan.

Dari sekian banyak guru muda, mungkin Sunaryo adalah Oemar Bakri muda di era milenium. Sunaryo mengawali kariernya sebagai pendidik dengan idelisme dan integritas kaum muda.

Bagi Sunaryo pendidikan adalah solusi terbaik untuk menyelesaikan persoalan taraf kehidupan. Oleh karenanya, semenjak mahasiswa Sunaryo belajar giat demi menjadi guru yang ideal dan profesional. Teori-teori pendidikan, model pembelajaran dan metodologi klasik hingga modern ia coba kuasai demi menjadi guru profesional yang beridealisme tinggi.

18 bulan mengajar Sunaryo mulai merasakan gegelisahan, dimana realitas pendidikan yang ada kadang tak sejalan dengan apa yang dikehendaki semasa kuliah dulu. Mulai dari tingkah anak yang tak lagi wajar disebut sebagai tingkah anak sekolah dasar.

Leluasanya orang tua memberikan akses gadget, menurut Sunaryo adalah akar masalahnya. Anak-anak banyak disibukkan dengan gadgetnya dan dunia mayanya, tebar sensasi, eksis goyang dua jari "Tik-Tok". Sunaryo jenuh dengan tidak berubahnya sikap anak-anak dan ketidakpekaan orang tua.

Hal ini membuat Sunaryo frustasi, semangatnya mulai kendor idealisme mulai goyah. Sunaryo mengajar sekedarnya, yang penting anak dapat materi, ulangan, dan kemudian dapat nilai. Seolah kepekaannya untuk mengajarkan nilai-nilai ukhrawi dan kebajikan mulai redup.

Ditambah dengan cibirian orang terdekat dan tetangga terkait karier yang dijajakinya. Maklum, Sunaryo mengajar dengan status GTT (Guru Tidak Tetap) yang secara ekonomi gajinya tak setinggi gaji profesi lainnya. "Pak Aryo (sapaan akrabnya di sekolah dan lingkungan tempat tinggalnya), kok ya sampeyan ki kuat dadi GTT ? Tanya seorang tetangganya, bernama Pak Agung.

"Lha pripun malih pak Agung, jenenge nggih pengabdian", jawab Pak Aryo dengan nada datar agak kesal. "Oh iya ya pantes.. wong GTT...Guru Tetap Tabah ha..ha..", celoteh Pak Agung seraya meledek.

"Maksude, Pak Agung?", tanya Pak Aryo memaksa. "Dipikir mawon pak Aryo, jenengan ngajar serius mangkat esuk bali sore kesel karo kesel, tapi penghargaan teng panjengan gak enek blas sekedar kelayakan upah yo gak ono.

Sedangkan, pabrik fikur koyo artis, penyanyi, pelawak mung tampil celelekan gak menehi teladan apik digaji luar biasa layak". "Oh ngoten, jawab Pak Aryo seolah bersepakat dengan argumen Pak Agung.

Obrolan dengan Pak Agung, membuat Sunaryo semakin bimbang. Memikirkan perkataan Pak Agung membuat Sunaryo si Oemar Bakri muda berburuk sangka pada realitas masa kini.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline