Lihat ke Halaman Asli

Hilma Nuraeni

TERVERIFIKASI

Content Writer

Menikah dalam Keadaan Tidak Mampu (Miskin & Tidak Berusaha): Kejahatan Tanpa Hukuman yang Dinormalisasi

Diperbarui: 23 Mei 2025   21:24

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

(Sumber: Pexel/ Caleb Oquendo)

Menikah dalam Keadaan Tidak Mampu (Miskin & Tidak Berusaha): Kejahatan Tanpa Hukuman yang Dinormalisasi

Menikah adalah keputusan besar. Tidak hanya besar dalam makna cinta dan komitmen, tetapi juga dalam tanggung jawab yang harus diemban. Sayangnya, di tengah masyarakat kita, pernikahan kadang masih dipandang sebagai tujuan hidup, bukan proses panjang yang butuh kesiapan matang terutama secara finansial. Lebih menyedihkan lagi, ada yang memilih menikah dalam keadaan tidak mampu, tanpa usaha serius untuk memperbaiki keadaan. Bukan hanya belum mapan, tapi bahkan belum siap secara mental untuk bekerja keras membangun rumah tangga yang layak.

Mereka berkata, "Nanti juga ada rezekinya kalau sudah menikah." Kalimat itu memang terdengar penuh harapan, tapi sesungguhnya bisa sangat menyesatkan. Karena hidup bukan sekedar berharap, ia perlu diperjuangkan. Juga ketika harapan itu tidak dibarengi kerja nyata, yang akhirnya menjadi korban adalah orang-orang yang paling tidak bersalah, anak-anak.

Kejahatan yang Tak Terlihat, Tapi Nyata

Miskin bukanlah dosa. Tapi menikah dalam keadaan miskin tanpa usaha dan kesadaran akan tanggung jawab besar yang menyertai pernikahan itu adalah bentuk kelalaian. Bahkan bisa disebut kejahatan yang tidak memiliki hukuman, namun dampaknya sangat nyata, anak-anak yang lahir dari pasangan yang belum siap secara ekonomi dan mental, terpaksa menanggung beban yang bukan milik mereka.

Anak-anak yang tidak mendapatkan hak dasarnya makanan yang cukup, pendidikan yang layak, rasa aman, dan kasih sayang yang tenang bukan karena takdir, tapi karena keputusan gegabah dua orang dewasa yang lebih mementingkan keinginan sesaat daripada kesiapan jangka panjang.

Lebih dari itu, kemiskinan yang tidak diimbangi usaha, dalam banyak kasus, menciptakan lingkaran kekerasan dan eksploitasi. Anak yang seharusnya belajar, dipaksa bekerja. Anak yang seharusnya bermain, justru dibebani tekanan ekonomi. Bahkan dalam kondisi paling menyedihkan, anak bisa menjadi korban perdagangan atau eksploitasi seksual dalam lingkup keluarga sendiri semata karena orang tua tidak mampu dan tidak mau berjuang keluar dari keterpurukan.

Ini bukan kisah rekaan. Ini adalah kenyataan yang diam-diam terjadi di sekitar kita, setiap hari.

Menikah Bukan Hanya Tentang Cinta

Cinta memang penting dalam pernikahan, tapi cinta tidak akan mampu membeli susu formula, membayar biaya sekolah, atau mengobati anak yang demam. Cinta yang tidak dibarengi tanggung jawab akan berubah menjadi beban yang saling menyakiti. Juga yang lebih mengenaskan, cinta itu akan menjelma jadi trauma bagi anak-anak yang seharusnya tumbuh dalam lingkungan yang sehat dan stabil.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline