Lihat ke Halaman Asli

Ibunda, Pergilah dalam Damai

Diperbarui: 23 September 2025   09:34

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Nenek/ibu dan anaknya, Sumber: WAG Ikarasi

Sehelai foto ditempatkan pada dinding satu WhatsApp Grup di mana saya ada di dalamnya sebagai anggota. Foto itu sebagaimana saya tempatkan di sini, terlihat seorang nenek bersama seorang bapak. Dalam keterangan yang dibuat oleh pengirim foto, ternyata ada pernyataan duka.

Setelah membaca pernyataan duka itu, saya mencoba saja untuk menulis puisi dalam bentuk prosa. Saya menulis ketika berada di Soliu-Amfoang Barat Laut Kabupaten Kupang. Setelah menulis, saya kirimkan kepada pemilih foto. Puisi itu saya tempatkan kembali di sini untuk kenangan, sambil berharap semoga menginspirasi pembaca. hehe...

Hari ini, waktu seolah berhenti di antara dinding batu rumah sederhana itu.
Seorang nenek duduk tenang di kursi roda, rambutnya putih bagai kapas gugur, wajahnya penuh guratan waktu yang sudah terlalu lama berjalan. Ia diam, tetapi setiap keriput di wajahnya berbicara: tentang cinta yang pernah ia tabur, tentang kerja yang pernah ia tuntaskan, tentang doa yang tak pernah putus.

Di sampingnya, seorang anak lelaki, Vincent, kini juga telah ditua-kan oleh hari, merangkul bahu ibunya dengan hati yang rawan. Tatapannya penuh hormat dan syukur, sebab di pangkuan renta itulah ia pertama kali belajar hidup. Di situ ia pernah ditimang, pernah diajar tentang sabar, pernah dikuatkan dalam doa. Kini, saat usia ibunya menapaki jalan panjang yang tak terukur, ia tahu: waktu tinggal menunggu, tapi kasih tak pernah usang.

Nenek itu mungkin tak lagi menenun atau melangkah ke ladang, namun hidupnya berbuah di hati keluarga Bureni---dalam anak, cucu, cicit, dan semua yang masih mengenang suaranya saat berdoa.

Lalu, dalam keheningan sore, Vincent menundukkan kepala, bersuara lirih, doa yang ia titipkan ke langit:

"Tuhan yang penuh kasih,
hari-hari mama begitu panjang dan penuh cerita.
Dari rahimnya kami lahir, dari tangannya kami tumbuh,
dari doanya kami kuat sampai hari ini.

Kini tubuhnya ringkih, langkahnya berhenti,
tetapi kasih dan imannya tetap menyala.
Tuhan, biarlah sisa hidupnya menjadi damai,
biarlah wajahnya selalu teduh dalam pelukan-Mu.

Beri aku, anak-anaknya, cucu-cucunya,
hati yang setia menjaga dan merawat,
agar setiap helaan nafas mama adalah berkat,
dan setiap senyumnya menjadi cahaya di rumah kami.

Tuhan, jika kelak Engkau memanggilnya pulang,
terimalah ia dalam rumah-Mu yang kekal,
sebab hidupnya telah ia persembahkan bagi-Mu,
dalam kasih, dalam doa, dalam kesetiaan tanpa henti."

Air mata menggantung di sudut mata Vincent. Namun ia tahu, doa itu adalah kekuatan, sebagaimana doa ibunya dulu adalah nyala bagi hidupnya.

Dalam diam, sang nenek tak mengucap sepatah kata pun. Bibirnya gemetar, namun yang berbicara adalah batinnya, yang bergema di ruang hening:

"Anakku, Vincent... doa yang kau panjatkan adalah pelita di jalan tuaku.
Aku telah memberi apa yang bisa kuberi: air susu, kerja keras, doa yang tak henti.
Kini, aku hanya tinggal menunggu panggilan Tuhan dengan tenang.
Jangan bersedih bila nanti aku pulang,
sebab kasihku akan tinggal di antara kalian---
dalam cara kalian mencintai satu sama lain,
dalam doa-doa yang kalian panjatkan untuk anak-anakmu.

Jangan takut, nak,
aku tak pernah sendiri. Tuhan adalah tongkatku,
dan kalian adalah kebanggaanku.
Hidupku sudah panjang,
tapi kasih tidak pernah menua.
Jika waktuku tiba,
biarkan aku pergi dengan damai,
sebab aku tahu: aku meninggalkanmu dalam genggaman kasih Tuhan."

Vincent tidak mendengar suara itu dengan telinga, tapi ia merasakannya di dada: jawaban batin seorang ibu yang sepanjang hidupnya tak pernah berhenti berdoa.

Soliu-Amfoang Barat Laut, 16 Sep 2025

Heronimus Bani-Pemulung Aksara

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline