Lihat ke Halaman Asli

Teori Kuliner Tak Sejalan dengan Kenyataan

Diperbarui: 24 September 2021   10:20

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Bertahun-tahun indekos bersama paijo, tak pernah aku merasakan bila berkunjung kesuatu daerah bisa mengerti dan bahkan tau, oh daerah ini kalau makanan khasnya ini, kalau jajanan ringannya tuh ini, bahkan minuman daerah sini terkenalnya tuh ini.

Belum, belum pernah sama sekali. Jadi, tujuan kita jalan-jalan hanya untuk sekedar melepas kesibukan kuliah. Dan jalan-jalan kesuatu daerah itu pun, mampirnya ke warung kopi. Kalau pun makan, cari yang ada tulisan nasi pecel atau lalapan karena sudah bisa dipastikan harga terjangkau.

Ngomong-ngomong soal harga terjangkau, di daerah kos dan kampus kami juga salah satu tergolong makanan dengan harga terjangkau. Akan tetapi dominsainya sudah bisa dipastikan, Lalapan. Isinya  ya gitu-gitu aja, nasi, sambel, kemangi, timun, gubis, tempe tahu dan atau tergantungan jenis lauk pilihan lalapan.

Di kos ku sendiri, pemiliknya berjualan gado-gado. Biasanya setiap awal bulan aku dan paijo totalan. Menambahkan uang bayar kos untuk si pemilik, yang sudah bersedia menyisihkan dua bungkus gado-gado setiap paginya. Tiba-tiba pada pertengahan bulan, pas tanggal tua pula. Pemilik kos mendadak sedang ada hajatan keluarga dua hari sabtu minggu di luar kota. Terpaksa distribusi gado-gado pun tersendat. Barisan mie menipis, jalan satu-satunya untuk keluar dari permasalahan adalah menggunakan ilmu Abunawas, demi untuk meluluhkan hati paijo yang selalu terhindar dari aungan harimau. Kebetulan paijo menyapa ku lebih dulu pagi itu,

"Cak... kok ketok lueeemes ngunu riko"

"Iyo jo, kurang asupan pirang-pirang dino iki"

"Walah... sakno'e rek... kancaku siji iki..."

"Mulakno ta jo... berbuatlah baik kepada kaum-kaum lemah koyo' aku iki, iso nggowo awak mu mlebu swargo"

"Iso ceramah bakno cacak ku iki..."

"Iki ra ceramah jo... tapi menyampaikan amalan yang siap menjemput mu pada sebuah kebaikan"

"Uwiiiihhh... dapuran mu, cak... cak..."

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline