Hari Senin, 30 Juni kemarin, saya dan semua rekan mahasiswa STT Ekumene Medan mengikuti seminar Kompasiana yang dibawakan oleh Billy Steven Kaitjily, M.Th.
Seminar ini diselenggarakan secara daring lewat Zoom, tetapi kami semua berkumpul di aula asrama STT Ekumene Medan untuk mengikutinya bersama-sama. Suasananya ramai, hangat, dan penuh antusiasme karena kami bisa saling menyemangati meski seminar berlangsung secara online.
Awalnya, saya kira seminar ini akan membosankan karena sifatnya wajib. Tapi begitu Pak Billy mulai berbicara, saya langsung tertarik dengan kalimat pembukanya: "Mengapa kita harus menulis?" Kata beliau, menulis bukan hanya soal ingin terkenal atau viral, melainkan untuk mengabadikan cerita, menyalurkan ide, dan menginspirasi orang lain.
Kalimat itu bikin saya berpikir serius, karena selama ini saya menulis hanya asal jadi.
Meskipun disampaikan via Zoom, seminar tetap interaktif. Pak Billy berbagi pengalamannya menulis di Kompasiana; katanya, dia juga pernah merasa nggak percaya diri, tulisannya sepi pembaca, bahkan sempat mendapat komentar negatif.
Tapi dia tetap menulis karena percaya pada proses. Saya suka banget waktu beliau bilang, "Nulis itu bukan ajang cari sempurna, tapi cara kita belajar." Kalimat itu langsung menyentuh hati saya.
Bagian yang paling saya suka adalah saat kami diajak latihan membuat paragraf pembuka yang menarik. Kami semua menuliskan paragraf di handphone masing-masing.
Pak Billy memberikan masukan secara langsung lewat Zoom. Rasanya seru banget, seperti belajar bareng walau pembicaranya tidak hadir secara fisik.
Di akhir seminar, banyak teman mahasiswa yang curhat soal rasa takut kalau tulisannya nggak ada yang baca atau malah dikritik. Pak Billy menenangkan semua dengan bilang, "Kalau kamu nulis pakai hati, pasti ada yang merasakan tulisannya." Dan saya percaya itu!
Pulang dari aula, saya jadi lebih semangat untuk konsisten menulis, bukan hanya untuk tugas kuliah, tapi juga agar bisa berbagi pengalaman kepada orang lain.