Setiap pagi atau sore, mungkin kita sering merasakan ada aroma khas yang menguar dari halaman rumah-rumah di sekitar rumah kita. Asap tipis mengepul dari tumpukan sampah yang dibakar, membubung pelan ke udara. Ibu-ibu atau bapak-bapak sibuk menyapu halaman, lalu mengumpulkan daun kering, plastik bekas, dan sisa dapur. Tak lama, api dinyalakan. Bau plastik terbakar bercampur dengan dedaunan kering, menyebar ke seluruh penjuru.
Kita bisa jadi tumbuh dengan pemandangan yang mirip seperti ini. Membakar sampah seolah jadi bagian dari rutinitas harian, sama wajarnya dengan menyeduh kopi di pagi hari. Bahkan, ada semacam "jam bakar sampah" tak resmi bagi kita atau tetangga di sekitar kita. Biasanya pagi setelah subuh atau sore menjelang magrib. Alasannya sederhana yakni agar asapnya cepat hilang, tidak mengganggu tetangga, dan tumpukan sampah cepat lenyap. Praktis, katanya.
Tapi, pernahkan kita bertanya-tanya? Kenapa, setiap kali ada yang membakar sampah, mata kita mungkin terasa perih? Bisa jadi orang yang memiliki asma selalu batuk-batuk setiap pagi? Coba kita pikirkan dan cari tahu terkait ini. Ternyata, asap dari sampah yang dibakar itu bukan sekadar bau tak sedap. Ada racun tersembunyi di balik asapnya-karbon monoksida, dioksin, formaldehida, dan berbagai zat kimia berbahaya lain. Zat-zat ini bisa masuk ke paru-paru, mengendap di tubuh, dan dalam jangka panjang memicu penyakit serius seperti kanker, gangguan pernapasan, bahkan kerusakan organ.
Yang lebih mengerikan, dioksin dari plastik yang terbakar bisa bertahan di lingkungan selama bertahun-tahun. Ia mengendap di tanah, meresap ke air sumur, bahkan bisa masuk ke tanaman dan hewan yang kita konsumsi. Efeknya memang tak langsung terasa, tapi diam-diam mengancam masa depan keluarga dan lingkungan kita.
Saya pun mulai memikirkan terkait hal ini. Mungkin saja masih banyak dari kita yang tak percaya. "Dari dulu juga biasa saja," kata mereka. Tapi, bisa saja setelah ada beberapa anak atau orang di sekitar kita yang sering sakit batuk dan sesak napas, mereka akan mulai berpikir ulang.
Lalu, apa solusinya? Sebenarnya terdapat beberapa cara mudah yang bisa dilakukan siapa saja, asal kita punya niat. Ternyata, tidak sulit! Kita bisa mulai dengan memilah sampah di rumah: sisa makanan dan daun kita kumpulkan di ember khusus. Setiap minggu, kita bisa kubur di lubang kecil di belakang rumah atau tempat khusus yang disediakan. Tak lama, sampah itu akan berubah jadi kompos yang menyuburkan tanaman cabai dan tomat di halaman. Sampah plastik, botol, dan kertas bisa kita kumpulkan, lalu dibawa ke bank sampah yang kini mulai ramai dan sedang tren. Ternyata, selain lingkungan bersih, kita juga dapat uang tambahan dari hasil menjual sampah anorganik.
Dengan begitu, secara perlahan kita dan orang di sekitar kita bisa terlihat lebih jarang membakar sampah. Halaman rumah jadi lebih bersih, udara pagi lebih segar, dan orang di sekitar kita tak lagi sering batuk. Ternyata, perubahan itu bisa dimulai dari langkah kecil. Tak perlu menunggu fasilitas canggih atau bantuan pemerintah. Cukup dengan kemauan dan sedikit usaha, siapa saja bisa membuat perbedaan.
Jadi, jika kamu masih sering membakar sampah di rumah, coba pikirkan lagi. Mulailah memilah, mengompos, dan mendaur ulang. Ceritakan pengalaman kita ke tetangga dan keluarga. Siapa tahu, lingkungan sekitar kita jadi lebih sehat dan asri, berawal dari satu perubahan kecil di rumah sendiri.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI