Lihat ke Halaman Asli

Hari Harsananda

Dosen UHN I Gusti Bagus Sugriwa

Faktor-faktor Penyebab Perkembangan Sampradaya di Bali

Diperbarui: 12 Juli 2020   13:20

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Bali kini sedang "digoyang", beberapa waktu belakangan ini, fenomena Sampradaya dengan segala permasalahannya kembali mencuat, tensi masyarakat meningkat, bahkan mulai menyerempet sendi -sendi kehidupan beragama Hindu di Bali, sesungguhnya kita harus mulai menelisik apa saja faktor yang mendukung perkembangan  Sampradaya di Bali, berikut ulasan singkatnya :

A. Keberagamaan Yang Bercorak Arkais.[U1] [U2]

Apa yang dinyatakan oleh Robert. N. Bellah ( 2000 : 44 ) dalam bukunya yang berjudul Beyond Belief menyatakan, Ciri khas agama Arkais adalah munculnya pemujaan sejati dengan jaringan dewa - dewa, para imam, penyembahan, pengorbanan, dan dalam beberapa kasus, raja yang sekaligus memegang wewenanang kepemimpinan agama ( pandita- ratu) Di samping ciri di atas yakni adanya pembobotan pada pemujaan ( pelaksanaan ritual / divine or priestly kingship ). Kemudian ciri organisasi keagamaannya ( ibid : 47 ) dinyatakan masih menyatu dengan struktur lainnya. Kemunculan sistem dua klas, yang terkait dengan meningkatnya kepadatan penduduk yang dimungkinkan oleh agrikultur. Kelompok status atas, yang condong memonopoli kekuasaan militer dan politik, biasanya mengklaim status keagamaan yang lebih tinggi. Keluarga - keluarga ningrat bangga dengan garis keturunan mereka yang berasal dari dewa - dewa yang kerapkali memainkan peran - peran keimaman. Pandita Ratu ( divine king), yang merupakan penghubung utama antara rakyat dan para dewa.

Memasuki era global, dimana telah terjadi revolusi berpikir disemua belahan bumi ini, setiap yang dikerjakan menuntut suatu keefisienan serta kepraktisan. Demikian pula dalam kehidupan beragama, bagi sebagian orang yang lebih menekan pada rasionalisasi, keberagamaan model arkais tidaklah menjadi pilihan, atau bahkan secara perlahan - lahan mulai ditinggalkan. Agama tidak cukup didefinisikan secara substantif ( merekam agama dalam keadaan statis ),- apakah agama itu ? - bukan agama dalam geraknya- apa yang dilakukan agama ? Oleh karena itu orang - orang lebih menekankan hidupnya pada budaya nalar akan melirik agama dalam praktek yang lebih mengutamakan fungsionalnya.

Menurut Jalaluddin Rakhmat (2003 : 35) dalam bukunya yang berjudul Psikologi Agama Sebuah Pengantar menyatakan bahwa, definisi substantif suatu agama menghubungkan agama dengan Tuhan dengan konsep - konsep sejenis, definisi fungsional menghubungkan agama dengan upaya manusia menjawab masalah - masalah kehidupan, masalah eksistensial.

Adanya fenomena seperti yang ditunjukkan di atas, menyebabkan terjadinva konversi agama. Apakah konversi internal ataupun konversi eksternal. Banyaknya pengikut Sampradaya di Bali seperti Sai Baba, Hare Krsna. Ananda Marga, Brahma Kumaris, menandakan adanya konversi internal pada umat Hindu di Bali.

B.  Rutinitas Keagamaan Yang Menjemukan.

Di samping factor di atas, factor lain yang menyebabkan umat Hindu melakukan konversi internal adalah untuk menghapus kejenuhan rutinitas yang berkepanjangan. Keaneka ragaman budaya rohani yang ditawarkan oleh sampradaya ini diharapkan mampu memberikan kegairahan hidup, seperti apa yang disampaikan oleh M.K Gandhi (dalam Wiana, 2003 : 12) bahwa, Hindu itu selalu harus tampil remaja dan sehat agar selalu memberikan hidangan spiritual pada umatnya dengan penuh gairah. Hal tersebut senada dengan apa yang disampaikan oleh Sri Swami Siwananda (1996 : 138) dalam bukunya yang berjudul All About Hinduism ( Terj. Intisan Ajaran Hindu) menyatakan, Hinduisme menampung segala tipe manusia dan memberikan hidangan spiritual bagi setiap orang, sesuai dengan kemampuan dan pertumbuhannya masing masing. Hal itu merupakan keindahan dari Agama Hindu yang menarik hati ini, yang merupakan kemuliaan Hinduisme.

Adanya komitmen di dalam ajaran Hindu untuk menampilkan ajaran yang senantiasa remaja ( penuh gairah ) seperti apa yang disampaikan oleh M. K Gandhi sebagai akibat dari universalnya ajaran Hindu sebagai suatu brosur kehidupan manusia di bumi yang terdiri dari segala tipe, seperti apa yang dinyatakan oleh Sri Swami Siwananda Realita yang seperti ini akan membawa pada suatu konsekuensi timbulnya varian dalam ajaran Hindu. Varian inilah kemudian disebut dengan Sampradaya, yang merupakan kelebihan dari pada Hindu untuk selalu tampil menggairahkan dalam upaya mengeksiskan Hindu secara berkesimabungan.

Memindahkan pilihan dan satu sampradaya ke sampradaya lain yang oleh Clifford Geert disebut dengan "konversi internal". Lain lagi pendapat Rodney Stark (2003: 127 -128) Sosiolog yang ahli ilmu perbandingan agama dari universitas Washington, menyatakan perubahan dalam lingkungan budaya yang sama (perubahan internal) tidak diidentifikasi sebagai misionarisme (konversi agama) tetapi sebagai evanjelisme, yakni sebuah upaya untuk mengintensifkan komitmen publik terhadap agama (agama) konvensional dan suatu masyarakat. Hal ini merujuk pada kebangkitan kembali misi - misi Kristen yang bercorak sekterian.

C.  Kebebasan Memilih Jalan Spiritual

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline