Tak terasa, hampir empat bulan, saya mengajar di bimbel Tania (bukan nama sebenarnya). Sudah banyak saran yang saya lontarkan dan artikel yang saya tuangkan berkaitan dengan bimbel Tania.
Hasilnya? Yah, saya bukan pemilik bimbel. Idealnya begini dan begitu, tapi semua kembali kepada sang pemilik untuk memutuskan. Dan seperti dugaan, Tania seperti sudah mempunyai 'setelan pabrik' yang dia percaya selama bertahun-tahun, dan menghasilkan menurut dia.
Salah satu masalah yang sudah saya utarakan kepada Tania selaku pimpinan bimbel adalah masalah pengklasifikasian "big class" dan "small class".
Saya sudah mempertanyakan berkali-kali kepada Tania. Sayangnya, beliau tidak bisa memberikan jawaban yang memuaskan dan menyokong argumentasinya.
Mengapa saya mempertanyakan?
Sebagai pengajar yang langsung terjun mengajar di kelas bahasa Inggris yang dilabeli "conversation class" oleh Tania, sudah sewajarnya saya mempertanyakan berbagai 'keanehan' yang saya temui di lapangan.
Apa saja berbagai 'keanehan' yang saya temui? Ada 3 (tiga) 'keanehan' yang menurut saya sangat menohok:
1. Tidak ada kejelasan tentang batasan umur atau kelas di sekolah dalam penentuan kelas bahasa Inggris
Ini yang saya persoalkan di awal saat mengajar. Di 'small class', kelas kecil, kejomplangan terlihat dari umur-umur peserta didik yang mempunyai rentang umur yang jauh.
Misalnya, di beberapa kelas kecil, ada murid-murid kelas enam SD, murid-murid kelas satu atau dua SD, bahkan ada murid-murid yang masih berumur empat dan lima tahun yang jelas-jelas belum bersekolah dan belum lancar membaca-menulis!
Anda bisa membayangkan bagaimana mengajar murid-murid dari usia prasekolah sampai murid-murid kelas enam SD di satu kelas yang sama? Jangan sampai Anda merasakannya, karena saya sudah mengalami sendiri! Betul-betul butuh pengorbanan yang sangat besar!
Memang, ini conversation class, namun tingkat penerimaan aspek bahasa untuk setiap murid tidaklah sama untuk setiap umur. Oleh karena itu, perlu adanya aturan yang baku tentang kejelasan aturan batasan umur dan kelas di setiap conversation class.
2. Tidak ada placement test sebelum mengklasifikasikan kelas murid
Ini yang juga menjadi persoalan. Tania menentukan kelayakan murid-murid berdasarkan pengamatan langsung yang bersifat 'asumsi' dan 'intuisi' dibanding fakta dan data.