Lihat ke Halaman Asli

Dian Kusumanto

Warga Perbatasan

Tan Malaka vs Muhammad Yamin : Perbedaan Tentang Strategi Perjuangan, Konsep Negara Dan Nasionalisme

Diperbarui: 12 Maret 2025   08:31

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tan Malaka vs Muhammad Yamin (netralnews com)

Perbedaan Pandangan Tan Malaka dan Muhammad Yamin

Tan Malaka dan Muhammad Yamin adalah dua tokoh penting dalam sejarah Indonesia, tetapi mereka memiliki perbedaan mendasar dalam strategi perjuangan, konsep negara, dan pandangan nasionalisme.

1. Strategi Perjuangan Kemerdekaan

Tan Malaka dan Muhammad Yamin memiliki pendekatan yang sangat berbeda dalam meraih kemerdekaan Indonesia.

  • Tan Malaka percaya bahwa kemerdekaan harus diperjuangkan dengan revolusi total, tanpa kompromi dengan Belanda. Baginya, perundingan dengan penjajah hanya akan merugikan rakyat karena Belanda selalu mencari cara untuk mempertahankan kekuasaannya. Oleh karena itu, ia menolak keras Perundingan Linggarjati dan Renville, yang dianggapnya sebagai pengkhianatan terhadap perjuangan kemerdekaan. Untuk melawan diplomasi yang dianggap melemahkan perjuangan, ia membentuk Persatuan Perjuangan pada tahun 1946 dan menyerukan perang total melawan Belanda.

  • Muhammad Yamin, di sisi lain, lebih memilih jalur diplomasi sebagai cara terbaik untuk memperoleh pengakuan internasional atas kemerdekaan Indonesia. Sebagai bagian dari BPUPKI dan PPKI, ia berperan dalam merancang konstitusi Indonesia dan mendukung strategi Soekarno-Hatta dalam berunding dengan Belanda. Yamin percaya bahwa pendekatan diplomasi lebih realistis dalam menghadapi kekuatan kolonial yang masih kuat.

Perbedaan ini menunjukkan bahwa Tan Malaka lebih revolusioner dan menolak segala bentuk kompromi, sementara Yamin lebih pragmatis dan mengutamakan negosiasi.

2. Konsep Negara

Dalam membangun negara pasca-kemerdekaan, Tan Malaka dan Muhammad Yamin juga memiliki pandangan yang berbeda.

  • Tan Malaka menginginkan negara berbasis sosialisme, di mana ekonomi dikelola untuk kepentingan rakyat banyak, khususnya buruh dan petani. Ia menolak sistem feodal yang masih mengakar di Indonesia dan berpendapat bahwa semua aset asing harus dinasionalisasi agar kekayaan negara tidak jatuh ke tangan elite atau pihak luar. Ia juga menolak sistem parlementer yang terlalu banyak kompromi, dan lebih menginginkan pemerintahan yang kuat dan berorientasi pada kesejahteraan rakyat.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline