Lihat ke Halaman Asli

Hairil Suriname

Institut Tinta Manuru

Jingga dan Secangkir Kopi Pahit

Diperbarui: 28 Juni 2021   06:07

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi Jingga. Foto - Goodfon

Matahari melintasi atas kepala menuju lembah sore yang penuh warna, banyak orang menyebutnya senja tapi aku menamainya jingga.

Jingga sore ini pada senja benar-benar menjadi favorit beberapa orang yang sedang merana dan patah hati, aku bersama mereka.

Duduk berbaris diatas tembok pembatas laut dan tepi jalan sambil menunggu, kapan jingga menyapa?

Secangkir kopi pahit,
Pesanan ini mungkin bisa spesial sebab menunggu jingga bukan hal mudah.

Beberapa orang terlihat bolak-balik dengan kesibukan persiapkan media untuk pemotretan objek keindahan, buat mereka senja ini bisa menggantikan posisi seseorang yang mereka cintai ketika dia tak bersama mereka,

Ah, tapi aku belum yakin kalau mereka sekuat itu punya kepercayaan yang terlalu narsis dalam perihal rasa

Kopi pahit dihidangkan,
Sebenarnya aku mau tanya tentang apa sih menariknya sang senja hingga benar-benar bikin orang mati penasaran saat matahari akan pulang menuju malam?

Tapi biarlah, mereka hanya sekumpulan hati yang tak terlalu paham perkara warna kesukaan atau bahkan keindahan semu, atau jangan-jangan mereka patah hati

Udara perlahan-lahan menjadi dingin dan terasa makin menusuk masuk ke pori-pori kulit, dan kehadiran kopi bisa membuat aku lupa dengan kesibukan mereka menunggu senja

Aku tidak terlalu tau-menau orang-orang selain setiap hari menunggu senja, apakah mereka kuat merasakan patah hati yang dalam?

Aku,
Sore ini benar-benar membutuhkan banyak energi pikir untuk menebak mereka, menebak isi kepala dan hati mereka.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline