Ibu dan Masakannya
"Mamak udah masak, tapi kalian ga pulang"
{Mamak adalah sebuah panggilan untuk seorang ibu di Aceh}
Idul Adha merupakan momentum di mana kita tidak hanya dituntut untuk menunaikan ibadah haji, kurban namun juga erat kedekatannya dengan silahturahmi. Benar adanya, silahturahmi tidak dibatasi dengan hari atau kejadian tertentun, tetapi kehadiran hari raya dapat menjadi kesempatan emas dalam memperkuat ikatan persaudaraan.
Keluarga merupakan rumah. Dimanapun kita berada saat ini, rumah tetaplah menjadi prioritas kita, bukan karena fasilitasnya, kemewahannya, tetapi karena penghuninya. Setiap orang tua tentunya menanti anaknya di perantauan untuk pulang. Mereka tidak butuh oleh-oleh dari kita. Mereka hanya butuh kehadiran kita. Canda tawa kita merupakan bagian yang paling amat dinanti bagi setiap orang tua. Namun terkadang, waktu dan kesempatan menjadi kendala untuk kita pulang.
Saya anak ke-3 dari empat bersaudara, satu adik perempuan dan dua abang. Kedua abang saya Idul Adha kali ini tidak bisa pulang, dengan alasan pendidikan. Berkurang nya anggota menjadikan rumah dua lantai serasa hampa. Disini saya baru menyadari kenyaman utama rumah, bukan beton melainkan orang-orang yang kita cintai di dalamnya.
Mamak saya orangnya suka masak, hampir semua jenis masakan bisa dimasak. Soal rasa---jangan ditanya, tidak dapat saya gambarkan. Menjelang Idul Adha kemarin mamak memasak beragam jenis makanan: Sop daging, rendang dan lontong. Biasanya ketika sedang masak, mamak rekam dan videonya dikirim ke grup keluarga. Seketika abang pertama saya merespon video tersebut: "Omak, mantap kali". Kemudian mamak menjawab: "tulah mamak udah masak, tapi kalian ga pulang". Kira-kira begitulah jawaban mamak, bukan mengambarkan rasa emosi, namun sekedar harapan seorang mamak untuk berkumpul dengan anak-nya.
Karena dirumah hanya ada saya dan adik perempuan , maka menghabiskan semua masakan yang telah dimasak menjadi sebuah jalan juang saya. Seperti setelah shalat Idul Adha kemarin, saya dan ayah diundang untuk makan lontong dirumah BKM mesjid. Sedangkan dirumah juga ada lontong. Seketika mamak berkata kepada adik "liatlah makanan kita ga dimakan lagi, mubazir jadinya". Sepulang saya dari rumah BKM, saya langsung lanjut makan lontong masakan mamak saya. Jujur saya sudah kenyang, namun melihat masakan masih banyak saya siap menampung untuk kedua dan ketiga kalinya, hehe. Dalam artian menghargai.
Orang tua siap bertaruh apapun demi anaknya. Semua yang tidak mungkin, jadi mungkin jika itu untuk anaknya. Maka dari itu, kita sebagai anak juga harus siap berkorban apapun untuk orang tua kita, korban tidak melulu soal harta, kehadiran kita itu lebih berharga dibanding apapun. Selagi mereka masih diberi umur, teruslah berinteraksi dan berkomunikasi baik dengan mereka.
Bahkan, sekedar menghabiskan makanan yang dimasak mamak kita merupakan bentuk kebahagiaan tertinggi bagi mereka.