Lihat ke Halaman Asli

Haidir Aly

Newbie Tulis Menulis

FemiNazi: Habis Patriarki, Terbitlah Matriarki

Diperbarui: 10 Juli 2020   04:40

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

ilustrasi: KOMPAS

Sebelum saya menulis tulisan ini yang mungkin membuat banyak feminis merasa triggered sama saya, ketahuilah bahwa saya sangat respect dan salut sama ideologi dan gerakan ini beserta dengan agenda-agendanya.

Berawal dari sebuah utas yang bulan Juni kemarin sempat trending di Twitter, saya jadi "gatal" pengen ikut berpartisipasi dalam komentar versi saya. Utas tersebut dipost oleh pengguna Twitter bernama Khaerani, yang dari kontennya bisa saya asumsikan adalah seorang istri.

Isi utasnya cukup sederhana saja kalau saya boleh bilang, berisi soal bagaimana beliau menyiapkan berbagai bekal makanan untuk suami tercinta. Yang luar biasa adalah isi kolom replies-nya. Lihat sendiri aja, ya.

Dalam kolom replies utas tersebut, banyak pujian dilontarkan ke Mbak Khaerani, tapi gak sedikit pula nyinyiran yang muncul. Siapa yang nyinyirin? Adalah mereka yang maunya dipanggil para Feminis. Tapi, saya rasa "FemiNazi" adalah term yang tepat buat mereka.

Kenapa saya lebih milih term FemiNazi daripada Feminis? Karena ini adalah dua hal yang jelas berbeda. Baik dari segi ideologi, maupun agendanya.

Balik dulu ke utas Twitter Mbak Khaerani di atas. Mereka yang dipanggil para feminis ini seakan-akan gak terima kalau ada seorang istri yang sukarela membuatkan sarapan buat suaminya setiap hari buat bekal kerja. Dengan dalih "pria gak semestinya diperlakukan sebaik itu oleh wanita, ujung-ujungnya pria bakal selingkuh juga".

Wahai mbak-mbak yang ngaku feminis di kolom reply utas tersebut, kalau kalian ada dendam sama mantan kalian, jangan dilampiaskan ke istri orang yang cuma pengen bikinin sarapan suaminya, dong!

Agenda feminisme itu ada banyak. Ada kesetaraan gender, penghapusan sistem patriarki, persamaan hak berpolitik, dan sebagainya. Di dalam banyaknya agenda tersebut, asas yang sering digaungkan oleh para feminis juga ada yang berbunyi "tubuhku adalah otoritasku" (my body is my authority). 

Artinya, wanita berhak mengekspresikan apa yang dirinya mau ekspresikan di lingkup manapun. Tidak ada yang berhak mengatur bagaimana cara wanita berpakaian, berbicara, bertingkahlaku, dan ber-ber yang lain kecuali dirinya sendiri.

Dalam implementasinya, bukannya Mbak Khaerani ini sudah menerapkan asas dari feminisme itu? Ya kalau memang beliau mau dan secara sukarela nyiapin sarapan buat suaminya, bukankah itu kehendak dan otoritasnya secara bebas? Kok malah dinyinyirin?

Feminisme itu lahir bukan atas dasar kebencian kaum wanita terhadap kaum pria dengan segala unsur maskulinitasnya, sama sekali bukan. Feminisme itu lahir dari rasa ketidakadilan dalam menyuarakan haknya yang dirasakan oleh wanita. Ini adalah dua hal yang sangat jelas berbeda. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline