Lihat ke Halaman Asli

H. H. Sunliensyar

TERVERIFIKASI

Kerani Amatiran

Arteria Dahlan, Potret Seorang Politisi dan Wakil Rakyat yang Arogan

Diperbarui: 12 Oktober 2019   22:02

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Arteria Dahlan dalam sebuah acara telivisi. Sumber: REQnews.com

Berita tentang penusukan Wiranto akhir-akhir ini telah memburamkan pandangan kita untuk melihat kejadian lain yang menurut saya sama-sama memprihatinkan. Kejadian tersebut dipertontonkan di muka khalayak ramai melalui tayangan televisi nasional pada Rabu,09/10/2019 yang lalu.

Lewat acara Mata Najwa yang dikomandoi oleh terkemuka presenter Najwa Shihab itu, tampak beberapa tokoh publik memperbincangkan mengenai Revisi UU KPK. Hadir di sana seorang tokoh sepuh dan ekonom termuka Prof. Emil Salim dan anggota DPR RI terpilih Arteria Dahlan serta beberapa tokoh lain. 

Dalam tayangan tersebut terlihat betapa congkak dan songongnya politisi sekaligus anggota DPR RI bernama Arteria Dahlan (AD) tersebut. Ia beberapa kali menyela pembicaraan saat orang lain diberi kesempatan berbicara. 

Bahkan ia dengan terlihat sangat tidak sopan saat menanggapi ucapan Prof. Emil Salim. Dengan nada yang cukup keras, ia sempat melontarkan kalimat "Prof. Sesat" kepada Prof.Emil Salim dan sesekali mengacungkan telunjuknya kepada beliau (lihat tayangan di bawah).


Sungguh sikap yang demikian menurut saya, sangat tidak sopan, tidak beretika dan tercela. Sebagai seorang politisi dan  dipercaya untuk mewakili rakyat di Senayan selayaknya AD menampilkan sikap yang lebih sopan apalagi berbicara dengan orangtua. 

Prof. Emil Salim merupakan sosok sepuh yang telah berusia sekitar 89 tahun. Ia telah berkarier dan malang melintang di dunia akademisi maupun di pemerintahan bahkan sebelum AD lahir. Tentu dari segi pengalaman dan akademik, kualitas dari Prof. Emil Salim jauh lebih baik dibandingkan dengan sosok AD.

Di dalam kesempatan lain, AD menunjukkan keengganannya meminta maaf kepada Prof. Emil Salim. Ia berdalih bahwa Prof. Emil Salim adalah seorang ekonom, bukan ahli hukum sehingga di luar kapasitasnya untuk  berbicara mengenai revisi UU KPK. 

Di sini pun tampak kecongkakan AD, apakah prof. Emil Salim tidak berhak bicara hal-hal di luar bidang keilmuannya? Mungkin AD telah lupa bahwa ia hidup di negara Demokrasi, bahkan masyarakat awampun dijamin untuk bersuara dan menyatakan pendapat. Sulutan emosional sesaatnya telah menghilangkan memori tentang ilmu hukum yang tersimpan di benak AD.

Arteria Dahlan, semestinya  belajar tentang adab ketimuran, tidak hanya belajar mengenai hukum sesuai dengan bidang yang digelutinya. Bahkan di dunia akademispun, kita diajarkan etika berdebat meskipun kita tidak sependapat dengan lawan bicara. Apakah AD belajar akan hal itu? toh, ia mewarisi gen Minangkabau yang  sangat menjunjung tinggi adat dan tata krama dalam berbicara. 

Dalam pantun adat Minangkabau disebutkan "buah delima limau puruik, katigo asam belimbing Jao, Biar harimau dalam paruik, nan kalua kambiang juo" (buah delima jeruk purut, ketiga asam belimbing jawa, biar harimau di dalam perut, yang dikeluarkan kambing juga). Pantun ini mengandung makna bahwa meskipun kita tidak menyukai pendapat lawan bahkan marah terhadapnya, apa yang dikatakan atau diucapkan tetap harus mengikuti rel tata krama.

Bagi saya pantaslah gelar "Songong" disematkan kepada AD. Songong sendiri menurut KBBI diartikan sebagai tidak tahu adat atau norma yang berlaku. Ia tidak mencerminkan sosok wakil rakyat yang ideal baik di sisi akademis maupun perilakunya. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline