Lihat ke Halaman Asli

Mari Kita Mengkritisi BPJS

Diperbarui: 4 April 2017   17:05

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Seperti kita tahu Badan Penyelenggara Jaminan Kesehatan Nasional (BPJS) terus menuai kritikan. Misalnya ketika pemerintah ingin menaikan iuran bagi peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI) dan non-PBI, hal ini juga direstui oleh Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN).

Alasannya adalah defisit di tahun pertamanya. Saat itu, Chazali Situmorang selaku ketua DJSN menyatakan “…Besar pasak daripada tiang alias lebih besar klaim ketimbang iuran yang diraup…” .

BPJS mencatat defisit tahun lalu, total iuran yang masuk mencapai Rp. 41,06 triliun, total manfaat dan klaim yang dibayar sebesar Rp. 42,6 triliun. Kesimpulannya adalah, rasio klaimnya menjadi 103,88 persen.

Defisit ini kemudian disiasati dengan menggunakan dana cadangan teknis Rp. 6 Triliun. Pada akhir tahun 2014, sisa dana cadangan Rp. 2,2 triliun. Dana ini kemudian dialokasikan oleh pemerintah dalam APBN-P 2015 Rp. 5 triliun.

Fachmi Idris, Direktur Utama BPJS sebelumnya malah pernah mengatakan, kebanyakan masyarakat yang mendaftar menjadi peserta ketika mengalami musibah sakit. “Ketika sakit di rumah sakit, baru mendaftar”, lagi-lagi masyarakat disalahkan.
Berselang 1 hari dari penyetujuan kenaikan iuran BPJS oleh DJSN, Menteri Kesehatan Nila F Moelok dan Direktur Utama BPJS Fachmi Idris langsung berkonsultasi pada Presiden.

“Presiden tidak katakana besaran (kenaikan) tapi setuju dengan apa yang akan kita coba…” artinya Presiden setuju dengan kenaikan iuran ini, bahkan untuk PBI yang berasal dari kalangan tidak mampu ditambah besarannya.
Haruskah Kita Percaya Dengan Alasan Defisit? Sementara Peserta Meningkat Melebihi Target Utama!

Pada 3 April 2014 Humas BPJS menyebarkan berita umum berjudul SUMBER DANA BANYAK , BPJS SANGAT SEHAT “.
Berita ini dipublikasi karena ada dugaan masalah keuangan yang membuat BPJS hanya berumur dua bulan dan ini dibantah keras.

Kementrian Kesehatan pada waktu itu mengungkapkan data bahwa uang yang dikelola BPJS cukup besar sehingga mustahil bangkrut. Bahkan Kepala Regional VII BPJS Jatim Kisworowati prihatin dengan munculnya penilaian bahwa BPJS berumur pendek karena finansial. Dia malah mengungkapkan data bahwa penerimaan BPJS tahun itu diprediksi mencapai Rp 38,2 triliun.
Pendapatan itu pasti didapat karena bersumber dari alokasi buat peserta penerima bantuan iuran (PBI) yang sudah disepakati di APBN. Selain itu, dari uran PNS, pegawai pemda, TNI/Polri, jamkesda, dan peserta mandiri. Karena itu, meski jangkauan peserta mandiri belum maksimal pun, posisi keuangan BPJS bisa dikatakan sangat aman.

Dalam setahun, BPJS menargetkan pendapatan dari pendaftaran peserta mandiri mencapai Rp 104 miliar. Namun, hanya dalam dua bulan saja BPJS mampu mencapai pendapatan Rp 43,5 miliar. Karena itu, BPJS optimis pendaftar peserta mandiri terus bertambah. Kisworowati juga menanggapi adanya dana cadangan teknis yang dimiliki BPJS dari peralihan PT Askes sebesar Rp 5,5 triliun. Dana itu hanya dipakai jika iuran premi dari peserta tidak mencukupi.

Namun, dengan jumlah pendapatan pasti yang diterima BPJS, dana cadangan teknis itu sampai sekarang belum terusik. Dengan begitu, sebenarnya kami tidak akan bangkrut. Sebab, BPJS memiliki sumber pendapatan pasti dari pemerintah melalui APBN.
Pendapatan ini belum termasuk dari sumber pendapatan lain, tambahnya makin pede. Di satu sisi, pengeluaran BPJS untuk membayar kapitasi di tingkat layanan primer hanya Rp 650 miliar per bulan, sedangkan pelayanan kesehatan tingkat lanjutan sekitar Rp 2-2,4 triliun per bulan. Termasuk biaya nonkapitasi dan di luar Ina CBGs sekitar 1,6 triliun.

Jumlah pengeluaran itu sudah pasti ter-cover dari pendapatan BPJS. Mengenai masa depan BPJS, mereka optimis pendapatan yang diterima dari BPJS naik karena pendaftar mandiri terus bertambah.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline