Lihat ke Halaman Asli

Guntur Ramadan

Pegiat Ekonomi Publik

RI Incar 61% Saham Freeport, Pemerintah Siap Bidik Tambahan 10% Kepemilikan

Diperbarui: 18 September 2025   12:21

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Finansial. Sumber ilustrasi: PEXELS/Stevepb

Jakarta — Pemerintah Indonesia kembali menegaskan ambisinya memperkuat kendali atas PT Freeport Indonesia (PTFI) dengan menargetkan tambahan 10% saham. Jika rencana ini terealisasi, kepemilikan Indonesia melalui MIND ID akan naik dari 51,2% menjadi sekitar 61%. Langkah ini bukan sekadar transaksi bisnis, tetapi strategi besar dalam menjaga kedaulatan sumber daya alam, memperkuat posisi fiskal negara, sekaligus mengukuhkan pengaruh Indonesia di panggung global.

Sejak pemerintah berhasil menguasai mayoritas saham Freeport pada 2018, kontribusi perusahaan terhadap penerimaan negara melonjak signifikan melalui dividen, pajak, dan royalti. Tambahan 10% saham diproyeksikan memperbesar aliran dana ke kas negara, namun di sisi lain berpotensi meningkatkan beban pendanaan bagi MIND ID. Skema pembiayaan, apakah lewat utang atau pola lain, akan menentukan sejauh mana kepemilikan baru ini menguntungkan secara bersih.

Freeport tidak bisa dilepaskan dari dinamika geopolitik mineral. Tembaga yang ditambang di Papua menjadi komoditas kunci transisi energi global, dari kendaraan listrik hingga jaringan energi terbarukan. Dengan memperkuat posisi hingga 61%, Indonesia akan memiliki pengaruh lebih besar dalam rantai pasok global. Namun, negosiasi dengan Freeport-McMoRan Inc. asal Amerika Serikat juga menyimpan dimensi diplomasi. AS tentu tidak ingin kepentingannya berkurang, sementara Indonesia berupaya menegaskan kedaulatannya.

Tambahan saham juga erat kaitannya dengan perpanjangan Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) pasca-2041. Pemerintah menjadikan kepemilikan tambahan sebagai syarat strategis agar Freeport tetap bisa beroperasi. Pendekatan ini sejalan dengan tren resource nationalism di banyak negara berkembang. Namun, konsistensi regulasi menjadi kunci. Tanpa kepastian hukum, risiko kebijakan (policy risk) bisa muncul dan mereduksi nilai tambah yang diharapkan.

Penguasaan saham mayoritas yang lebih besar membawa ekspektasi baru bagi masyarakat Papua. Pemerintah diharapkan mampu menyalurkan manfaat tambahan kepemilikan ini secara nyata, mulai dari infrastruktur, pendidikan, hingga pemberdayaan ekonomi lokal. Jika tidak, langkah ini hanya akan memperkuat kontrol di pusat tanpa memperbaiki ketimpangan di daerah penghasil.

Tambahan 10% saham Freeport adalah manuver strategis dengan implikasi luas. Dari sisi ekonomi, ia menjanjikan dividen lebih besar; dari sisi politik, ia menegaskan kedaulatan SDA; dari sisi geopolitik, ia memperkuat posisi Indonesia dalam rantai pasok mineral strategis; dan dari sisi sosial, ia membuka peluang bagi distribusi manfaat yang lebih adil.

Namun, pertanyaan fundamental tetap ada: apakah Indonesia siap mengelola kepemilikan yang lebih besar dengan tata kelola yang transparan, efisien, dan berorientasi jangka panjang? Ataukah tambahan saham ini hanya akan menjadi pencapaian simbolik tanpa mengubah secara substansial cara negara mengelola kekayaan alamnya?

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline