Lihat ke Halaman Asli

gregorius davin chrissantana

Seminaris Medan Utama

Misteri Panggilan

Diperbarui: 27 Agustus 2025   06:57

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Diary. Sumber ilustrasi: PEXELS/Markus Winkler

Nama lengkap saya adalah Gregorius Davin Chrissantana dan orang-orang memanggil saya dengan nama Davin. Saat ini keluarga saya tinggal di JL. Pertanian, Gantiwarno, Pekalongan, Lampung Timur. Bapak saya bekerja sebagai guru di SMAN 1 Pekalongan, sementara ibu bekerja sebagai Bidan di RSUD Jend. Ahmad Yani. Saya merupakan anak bungsu dari dua bersaudara. Kakak saya saat ini sedang menempuh Pendidikan KOAS sebagai Mahasiswa Kedokteran Gigi Universitas Sriwijaya, Palembang. Saya lahir di Metro, 10 April 2007 di Klinik Santa Maria. Saat ini saya sedang menempuh Pendidikan sebagai Seminaris Kelas Persiapan Atas (KPA), Seminari Menengah Santo Petrus Canisius Mertoyudan, Magelang.

Masa kecil saya dilalui dengan berbagai tantangan dan hal-hal yang kurang mengenakkan. Saat saya berumur 5 tahun, saya mengalami kejang-kejang. Pada waktu itu, ibu saya tahu dan mengerti bahwa jika seorang anak kejang, maka pertumbuhan saat dewasanya akan terganggu. Ibu saya lalu berdoa melalui perantaraan Bunda Maria dan menyerahkan saya ke dalam tangan-Nya. Ibu percaya tidak akan terjadi apa apa dalam diri saya karena Tuhan sendiri yang akan menjaga, membimbing, dan memberkati jalan hidup saya kedepannya. Jika kemudian saya terpanggil menjadi pekerja di ladang-Nya, ibu siap untuk memberikannya kepada Tuhan. Saya pun sembuh dari penyakit itu dan dari pengalaman itulah panggilan saya untuk menjadi seorang imam dimulai. Semenjak saat itu hingga sekarang, keluarga selalu mendoakan saya agar dapat menjadi pribadi yang bertumbuh dan berkemban dengang baik serta agar setia dalam jalur panggilan yang telah saya pilih ini.

Panggilan saya bertumbuh saat kelas 2 SD ketika melihat imam yang memimpin perayaan ekaristi ketika misa mingguan. Saat itu, saya melihat bahwa menjadi imam itu keren, disapa, dan dihormati oleh banyak orang, punya kendaraan sendiri, punya tempat tinggal yang besar dan fasilitas yang juga lengkap. Selain itu, jubah yang dipakai bagus dan motifnya menarik sehingga saya sangat menyukainya. Panggilan saya terus bertumbuh dan berbuah seiring perkembangan waktu sampai sekarang. Awalnya saya melihat pribadi imam yang menyenangkan dengan segala kenikmatan dan kesenangan duniawi. Tetapi sekarang saya melihat pribadi seorang imam sebagai seorang pelayan Tuhan, sebagai pemimpin dan gembala bagi domba-domba-Nya, serta sebagai seorang yang mampu menghadirkan cinta kasih dan perdamaian bagi orang-orang di sekitar.

Sewaktu kecil, hidup kita seringkali dipenuhi oleh keinginan, hasrat, dan kesenangan-kesenangan yang ada. Pada saat kecil, saya juga berfikir begitu. Melihat dan merasakan bagaimana kehidupan imam ketika tinggal di pastoran selama beberapa hari. Tetapi berkat bimbingan dari Roh Kudus dan Tuhan sendiri melalui para pengajar, pendamping, dan formator saya setiap hari, saya akhirnya mampu menemukan makna sejati dari sebuah panggilan. Saya melihat hidup panggilan bukan hanya sebagai sebuah kesenangan belaka, tetapi bagaimana cara saya sebagai seorang yang terpanggil untuk mampu menemukan kehadiran Tuhan dalam hidup sehari hari dan menyebarkan serta membagikannya kepada semua orang. Pada awalnya, proses yang dijalani akan terasa berat, tetapi percayalah Tuhan sendiri yang akan selalu menguatkan, membimbing, dan menyertai setiap langkah hidupmu kedepannya. Mungkin kita akan bertanya-tanya "Apakah benar ini jalan hidup yang Tuhan tunjukkan kepadaku?" Percayalah selalu bahwa jalan Tuhan selalu yang terbaik, hanya tinggal bagaiman kita menananggapinya.

Setiap orang memiliki pengalaman dan kisah hidupnya masing-masing. Ada yang terpanggil menjadi imam, dokter, guru, pekerja social, perawat, dan masih banyak lagi. Tidak ada yang salah dari semuanya itu. Tetapi disini saya ingin mengatakan bahwa ketika akan memilih menjadi; religius, entah, imam, bruder, atau suster, panggilan harus datang dan dimulai dari diri sendiri, bukan dari; orang tua, teman. sahabat, atau lingkungan sekitar. Karena jika tidak demikian, kita hanya akan terikat dan terkekang oleh harapan mereka. Kita menjadi pribadi yang tidak bebas dan hidup panggilan akan terasa berat serta sulit untuk dijalani.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline