Dr. Goris Lewoleba, M.Si
Wakil Ketua Umum dan Juru Bicara VOX POINT INDONESIA
Tak seberapa lama, setelah Perayaan Hari Ulang Tahun Kemerdekaan Republik Indonesia yang ke 80, dan masih dalam oktaf citarasa dirgahayu, munculah demo dan atau unjuk rasa dari masyarakat yang berujung kerusuhan, disertai dengan penjarahan rumah kediaman para penjabat negara di negeri ini.
Peristiwa ini sontak mengejutkan hampir semua orang dari berbagai lapisan masyarakat di seantero Tanah Air dan di kalangan mancanegara, karena hal tersebut tidak hanya terjadi di Jakarta, tetapi secara sporadis muncul juga pada sejumlah kota besar lainnya di Indonesia, dengan modus operandi yang sama dan serupa.
Kemudian timbul pertanyaan di benak publik,
mengapa demo yang terjadi itu justru
berujung pada kerusuhan dan penjarahan ?
Sebagaimana diketahui bahwa, sesungguhnya demonstrasi merupakan salah satu bentuk ekspresi politik masyarakat untuk menyampaikan aspirasi, protes, atau kritik terhadap kebijakan pemerintah maupun pihak tertentu. Dalam sistem demokrasi, pada prinsipnya demo dilindungi secara memadai sebagai hak konstitusional dari warganegara.
Meskipun demikian, tidak jarang aksi demonstrasi yang awalnya bernuansa damai, pada akhirnya justru berujung rusuh, bahkan disertai dengan tindakan penjarahan. Lalu, pertanyaannya, mengapa fenomena seperti ini sering terjadi di kalangan masyarakat Indonesia yang Pancasilais dan berbudi pekerti yang luhur ini ?
Faktor Penyebab Demo yang Berujung Rusuh
Sesungguhnya, aksi demonstrasi pada minggu yang lalu itu, berawal ketika masyarakat mulai mengkritisi kebijakan tunjangan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, lalu berkembang menjadi aksi anarkis yang tak terkendali.
Setelah menimbulkan korban jiwa, dimana Affan Kurniawan, seorang Pengemudi Ojek Online yang tewas akibat ditabrak dan dilindas kendaraan taktis Brimob pada 28 Agustus 2025, demonstrasi justru berubah menjadi chaos yang tak terelakkan.
Dengan situasi yang demikian, maka muncul kekhawatiran terhadap kekacauan menjelang era reformasi pun sempat menyeruak ke persepsi publik.
Apalagi, demonstrasi kali ini juga disertai aksi massa yang menjarah sejumlah rumah politikus dan menteri, yang kembali mengingatkan publik pada kisah kelam peristiwa 1998 yang masih menyisakan trauma sampai saat ini.
Memperhatikan peristiwa dan fenomena sosial yang terjadi dalam demo yang berujung rusuh itu, maka tampaknya terdapat beberapa faktor yang menjadi pemicu maraknya aksi demo dan tindakan anarkis dimaksud antara lain, adalah adanya
Faktor Emosional Massa.