Lihat ke Halaman Asli

Giri Lumakto

TERVERIFIKASI

Pegiat Literasi Digital

Dah Dah Papa...

Diperbarui: 23 Juni 2015   21:52

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

(ilustrasi: jneywordartcreatorho.tumblr.com)

[caption id="" align="aligncenter" width="400" caption="(ilustrasi: jneywordartcreatorho.tumblr.com)"][/caption] Berucap salam, cium kening istri lalu cium putri kecil dan memeluk mereka berdua. Ritual hangat menjelang saya pergi ke kampus. Sebuah ritual yang benar-benar menghangatkan hati. Sebuah kebiasaan yang pula menenangkan hati untuk bekerja. Sambil melambaikan tangan, senyum istri dan putri kecil kami selalu memberkas apik. Tidak terbayang jika suatu saat ritual ini tidak ada lagi di keluarga kami. Sambil berdoa beranjak dari rumah. Senyum selalu tersimpul indah memandang putri kecil kami melambaikan tangannya. Dah dah papa. Saya selalu mencoba menyimpan senyum dan lambaian istri dan putri kami di benak. Hal yang menjadikan langkah saya bekerja serupa berkah dalam setiap langkah. Menjalani rutinitas yang kadang menjemukan. Namun melihat keihlasan dalam senyum istri dan anak saat berpisah, rutinitas dijalani dengan ikhlas. Semua demi keluarga. Tidak seperti yang dahulu saya bayangkan. Menjadi ayah adalah beban. Tidak sebebas ketika membujang. Waktu akan terbatas dan tidak ada waktu luang dan bersenang-senang. Namun semua itu tidak demikian adanya. Menjadi seorang ayah, adalah masa tumbuh bersama. Menjadi pribadi yang lebih dewasa sebagai orangtua, adalah pengalaman yang abadi. Pengalaman yang luar biasa indahnya jika dijalani dengan apa adanya. Tumbuh bersama anak dan istri dalam keluarga adalah dunia yang mengasyikkan. Dunia yang benar-benar berbeda adanya. Dunia yang sejatinya harus selalu saya pahami dan pelajari. Tumbuh bersama anak bukan sekadar membesarkannya. Namun sekaligus menguatkan jati diri seorang anak. Pohon yang kuat tidak sekadar besar, namun padat dan kuat. Dan tumbuh bersama seorang anak sejatinya pula menguatkan jiwa seorang dewasa. Banyak orangtua yang sudah cukup dewasa. Namun jiwa-jiwa mereka tertinggal pada masa lajangnya. Membesarkan anak sekadarnya saja. Sayangnya, yang menemani anak mereka tumbuh bukan mereka sendiri. Ada pembantu, gadget, film kartun, makanan enak, pakaian bagus, mainan baru dan mengasyikkan. Seolah-olah yang memberikan bahagia seorang anak adalah itu semua. Itu salah. Menghadirkan diri orangtua tidaklah cukup. Hadirkan hati dan rasa ingin tahu. Telusuri jiwa seorang anak. Anak adalah individu yang benar-benar unik pada hakikat dan jamannya. Ia bukannlah copycat dari kedua orangtuanya. Ia akan tumbuh bersama hakikat yang disematkan dalam bakat, watak, impian, dan perannya di dunia ini. Ia adalah pemimpin di jamannya. Jaman yang sejatinya harus berubah ddan seorang anak harus mampu hidup dan tumbuh bersamanya. Dan orangtua wajib memahami anaknya sendiri. Jauh sebelum ia lahir, perhatian dan hati itu harus hadir mendekapnya hangat dalam janin istri. Memberikan rasa rindu yang sungguh atas betapa kasih dan sayangnya kedua orangtuanya. Seolah hendak mengabarkan bahwa hangatnya alam janin di alam sana akan serupa hangat kasih dan sayang kedua orangtuanya. Sehingga menguatkan sang anak bahwa Tuhan telah pula menciptakan kehangatan serupa dengan janin di luar sana. Bersama kedua orangtua. Dalam setiap peluk dan kecup sebelum meninggalkann rumah. Sang ayah akan selalu menyiratkan perasaan di janin dulu. Bahwa janji memberikan kehangatan seindah alam janin dahulu. Bahwa anak kita akan selalu kita beri hangatnya perhatian dan kasih tulus dari hati. Hal yang tidak sangat dapat digantikan dengan uang. Priceless. Bagi seorang anak yang dijanjikan hangatnya kasih dan sayang jauh sebelum ia lahir. [caption id="attachment_309219" align="aligncenter" width="269" caption="(My Family, Those I Fall In Love With)"]

14015519961385722503

[/caption] Dan senyum anak adalah bukti bahwa ia percaya orangtuanya akan selalu memberinya senyum hangat dan pelukan dari hati. Seiring doa ini teruntai untuk selalu menjalani peran ayah sepenuhnya. Lambaian tangan itu akan selalu memberi hidup hati sang ayah yang selalu usang oleh segala beban di luar sana. Dah dah papa... Salam, Solo 31 Mei 2014 10:35 pm



BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline