Lihat ke Halaman Asli

Fitria Wulan sari

Pembelajar sepanjang hayat

Pondasi Kesetaraan Gender Dibentuk di Rumah

Diperbarui: 17 Mei 2025   14:27

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Potrait anak laki-laki dan perempuan yang bermain bersama (Photo by Delsie Bohol on Unsplash)

Umumnya, keluarga adalah merupakan tempat pertama dan paling dekat bagi anak untuk belajar tentang dunia. Di sinilah mereka mulai menyerap nilai-nilai yang akan membentuk kepribadian serta cara pandang mereka, termasuk tentang apa yang dianggap adil dan pantas antara laki-laki dan perempuan. Ketika keluarga menghargai dan mendukung cita-cita pendidikan dan karier semua anak tanpa memandang jenis kelamin, mereka sebenarnya sedang menanamkan pola pikir yang setara gender sejak dini.

Saat anak perempuan diberi dukungan yang sama untuk mengejar pendidikan tinggi dan karier seperti anak laki-laki, mereka akan merasa bahwa peluang tersebut memang terbuka untuk mereka. Anak-anak yang tumbuh dalam keluarga seperti ini cenderung percaya diri untuk memasuki bidang-bidang yang mungkin secara tradisional dianggap bukan untuk mereka. Psikolog Jacquelynne Eccles menjelaskan bahwa motivasi anak untuk meraih prestasi sangat dipengaruhi oleh seberapa besar mereka merasa akan berhasil dan seberapa mereka menghargai tujuan itu---dan semua itu sangat dipengaruhi oleh keyakinan orang tua. Jadi ketika orang tua menaruh harapan dan memberikan dukungan yang sama untuk anak laki-laki dan perempuan, anak-anak akan menangkap pesan bahwa mereka semua pantas bermimpi besar.

Namun, anak tidak hanya belajar dari apa yang dikatakan orang tua, tapi utamanya dari apa yang mereka lihat dan alami setiap hari. Keluarga bisa saja menyuarakan dukungan terhadap kesetaraan gender, tetapi jika mereka hanya membiayai sekolah anak laki-laki atau mendorong anak perempuan memilih karier dibidang perawatan, anak-anak akan merasakan adanya ketimpangan. Sebaliknya, jika semua anak mendapatkan perhatian, sumber daya, dan dorongan yang sama, mereka akan tumbuh dengan pemahaman bahwa kemampuan dan usaha---bukan jenis kelamin---yang seharusnya menjadi penentu masa depan. Teori pembelajaran sosial menekankan bahwa anak belajar melalui pengamatan dan peniruan. Mereka melihat siapa yang melakukan pekerjaan rumah, siapa yang membuat keputusan, siapa yang didukung untuk mengejar mimpi, dan dari sanalah mereka menyimpulkan apa yang dianggap normal.

Menariknya, dukungan yang konsisten di rumah juga bisa menjadi "perisai" ketika anak-anak menghadapi bias di luar rumah. Misalnya, seorang anak perempuan yang sejak kecil didukung untuk menyukai matematika atau sains, akan lebih percaya diri meskipun teman-temannya menganggap itu bidang anak laki-laki. Anak-anak belajar tentang peran gender dari lingkungannya, dan keluarga adalah lingkungan pertama yang membentuk cara mereka menafsirkan dunia. Ketika anak melihat ayah dan ibu berbagi tanggung jawab, atau melihat kakak beradik didorong dengan semangat yang sama untuk berprestasi, mereka akan membentuk pandangan yang lebih fleksibel dan terbuka tentang gender. Pandangan ini membuat mereka lebih kritis terhadap gambaran-gambaran kaku yang mungkin mereka temui di sekolah, media, atau masyarakat.

Lebih dari itu, perlakuan yang setara di rumah juga menumbuhkan rasa saling menghargai di antara saudara kandung. Ketika anak melihat bahwa adiknya atau kakaknya, terlepas dari jenis kelaminnya, mendapatkan perlakuan yang adil, mereka belajar bahwa semua orang pantas mendapat kesempatan yang sama. Hal ini mengurangi sikap seksis dalam keluarga dan memperkuat keyakinan bahwa yang penting adalah bakat dan usaha. Teori keadilan menyebut bahwa orang akan merasa puas ketika input (usaha dan tindakan) dan hasil (penghargaan dan pengakuan) yang mereka terima dianggap seimbang. Jika anak merasa diperlakukan adil, mereka akan lebih mudah menghormati satu sama lain. Sebaliknya, jika ada perlakuan yang berbeda berdasarkan gender, bisa muncul rasa iri, marah, atau bahkan persaingan yang tidak sehat.

Pada akhirnya, jika kita ingin anak tumbuh menjadi versi terbaik dari dirinya, penting untuk memastikan bahwa jenis kelamin mereka tidak menjadi penghalang. Kesetaraan gender tidak hanya menguntungkan anak perempuan, tetapi juga meringankan beban anak laki-laki dari tekanan menjadi sosok "sempurna" yang kuat dan serba bisa. Memang, ada perbedaan biologis antara anak laki-laki dan perempuan, namun untuk bisa mengembangkan potensi secara maksimal sambil menanamkan nilai keadilan, membangun kesetaraan gender di rumah merupakan langkah awal yang paling masuk akal dan berdampak besar.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline