Oleh: Fatkhul Manan
Program Doktor Ilmu Komunikasi Universitas Sahid Jakarta
Fenomena difusi inovasi dalam era digital semakin terlihat jelas seiring dengan meningkatnya peran influencer di berbagai platform media sosial. Inovasi, baik berupa tren gaya hidup maupun produk baru, kini lebih cepat menyebar melalui konten yang diproduksi oleh figur publik yang memiliki basis pengikut luas. Influencer tidak hanya menjadi pemasar, tetapi juga agen perubahan dalam membentuk pola konsumsi masyarakat.
Teori Difusi Inovasi yang digagas oleh Everett M. Rogers menjelaskan bagaimana ide, perilaku, atau produk baru dapat diterima oleh masyarakat melalui proses komunikasi. Dalam konteks digital, influencer berperan sebagai opinion leader yang dapat mempercepat adopsi inovasi karena dipercaya memiliki kredibilitas, kedekatan emosional, dan daya tarik visual. Hal ini berbeda dengan strategi pemasaran tradisional yang lebih bersifat satu arah.
Di Indonesia, tren ini semakin terlihat jelas pada produk-produk teknologi, fashion, hingga makanan dan minuman. Misalnya, peluncuran ponsel pintar terbaru dari merek global lebih cepat dikenal publik setelah influencer lokal mengulas produk tersebut di YouTube atau TikTok. Konten ulasan yang sederhana namun otentik membuat publik lebih percaya daripada iklan televisi.
Proses difusi inovasi melalui influencer tidak terlepas dari kategori adopsi yang diidentifikasi Rogers: inovator, early adopters, early majority, late majority, dan laggards. Influencer biasanya berada pada posisi early adopters, yaitu kelompok yang lebih cepat mencoba hal baru. Ketika mereka mengkomunikasikan pengalaman tersebut kepada pengikutnya, adopsi meluas hingga ke early majority.
Efektivitas influencer dalam menyebarkan inovasi juga ditentukan oleh kedekatan sosial dengan audiens. Seorang mikro-influencer dengan 10 ribu pengikut bisa saja lebih berdampak dibanding selebriti dengan jutaan pengikut, karena tingkat interaksi dan kepercayaan yang lebih tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa skala bukanlah faktor tunggal dalam difusi inovasi.
Selain kedekatan, format konten juga memainkan peran penting. Tren penggunaan video pendek di TikTok atau Instagram Reels terbukti mempercepat penyebaran informasi produk baru. Dengan durasi singkat, audiens lebih mudah mencerna pesan dan lebih cepat terpengaruh untuk mencoba produk atau mengikuti tren yang disajikan.
Namun, dinamika difusi inovasi melalui influencer juga menghadapi tantangan. Salah satunya adalah isu kredibilitas ketika influencer hanya mementingkan kontrak kerja sama tanpa benar-benar meyakini produk yang dipromosikan. Ketika audiens merasa ditipu, kepercayaan bisa menurun drastis, sehingga memengaruhi keberhasilan penyebaran inovasi.
Tantangan lainnya adalah information overload. Banyaknya influencer yang mempromosikan produk serupa dalam waktu bersamaan membuat audiens bingung menentukan pilihan. Dalam kondisi ini, kecepatan penyebaran tren tidak selalu berbanding lurus dengan tingkat adopsi, karena publik cenderung selektif terhadap informasi yang diterimanya.