Musim berganti, sisakan hawa dingin di sekujur bumi
Mentari masihlah terbit dari timur, masih menyisakan tanda kehidupan
Semua masih mengikuti alur narasi Sang Penguasa Alam
Sedangkan kau? Mengapa masih berkubang duka?
Dengarkan saja kicau camar yang terbang melayang di atas lautan luas
Bebas mengepakkan sayap tanpa pernah mengeluhkan cuaca pancaroba
Memekik riang bercanda menukik mesra menyapa buih ombak
Sementara kau? Mengapa masih tersiksa rindu lara?
Lautan tak pernah menagih janji nelayan tuk mengarunginya
Camar pun tak pernah menuntut lautan menyiapkan hidangan makan malam
Semua kolaborasi alam sudah berjalan di sisi nalar
Sementara kau? Masih betah mengurung diri dalam keluh kesah tak berujung
Camar setia pada lautan
Selalu memberinya kicauan merdu setiap kali melintasinya
Kicau camar beri lautan rasa damai saat gelombang tinggi mulai mendera
Saling bersahutan memberi kedamaian
Sementara kau? Masihkah penuh rundungan kisah masa lalu?
Rindu tercipta karena rasa mengikat hati
Duka terjadi kala logika mulai bermain analisa, ajarkan jiwa selalu menjadi pribadi perkasa
Jadi, masihkah kau tak menyadari semua itu?
Kolaka, 29 April 2019