Lihat ke Halaman Asli

Edy Gunarto

atasan langsung

Menerawang Jakabaring Setelah Pesta Usai

Diperbarui: 25 Juni 2015   23:41

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ingar bingar pesta sudah dimulai. Jakabaring tengah menjadi perhatian. Kawasan yang 1-2 tahun lalu bukan-apa-apa tiba-tiba saja disulap menjadi komplek pertandingan olahraga berkelas internasional. Pengerjaan arena pertandingan dan fasilitas pendukungnya dikebut hingga hari-hari terakhir jelang pembukaan SEA Games ke-26. Dana ratusan milyar ditumpahkan untuk mewujudkannya.

Perhelatan SEA Games memang acara yang sangat penting, menujukkan kemampuan negara kita di pentas regional Asia Tenggara setidaknya dalam kemampuan menjadi tuan rumah. Nasionalisme masyarakat pun terpompa saat menyaksikan tim Merap Putih bertanding melawan tim dari negeri-negeri jiran. Tempik sorak suporter bergemuruh saat tim lawan terkalahkan.

Di balik kemegahan Jakabaring saat ini, timbul kepesimisan saya mengenai nasih kawasan ini kelak setelah pesta usai. Apakah kemegahan itu akan bertahan?

Marilah kita menengok Tenggarong dan Palaran, Kalimantan Timur yang tahun 2008 lalu menjadi ajang penyelenggaraan Pekan Olahraga Nasional. Berita di harian Kompas setahun yang lalu menyajikan tulisan mengenai kemeranaan tempat tersebut setelah PON usai.

Paving block mengelupas, ruangan te- rasa pengap dan berdebu, sampah berserakan, tanaman liar dan alang-alang tumbuh dengan subur. Fasilitas kamar mandi di asrama atlet dibiarkan roboh.
Di stadion bisbol dan sofbol, rerumputan tumbuh dengan subur dan tinggi. Bahkan, garis batas serta lintasan permainan di lapangan sama sekali tak terlihat. Tak hanya rumput alang-alang, tanaman liar juga tumbuh di tengah lapangan.

Pagar besi yang mengelilingi stadion berkapasitas 600 orang ini juga berkarat. Sebagian cat malah sudah mengelupas, dan pagar besi ditumbuhi tanaman merambat.

Kondisi memprihatinkan juga terlihat di arena akuatik, tempat cabang olahraga renang, polo, dan loncat indah biasa digelar. Air kolam keruh. Tumbuhan lumut menjalar dan menempel di dinding kolam.


Kaltimpost bahkan melaporkan keadaan yang lebih menyedihkan :

Kondisi bangunan utama stadion juga mulai mengalami kerusakan. Beberapa pintu masuk tribun yang terbuat dari besi, terlihat rusak. Tak bisa lagi menutup dengan sempurna, karena bangunan pintu masuk itu mengalami keretakan cukup parah. Paving block di lantai dasar stadion utama pun banyak tercerabut dari asalnya, karena posisi tanah yang labil. Di lantai dasar stadion itulah, mudah dijumpai beberapa bekas botol minuman keras.

Bahkan kondom bekas pakai berisi air mani pun tergeletak di beberapa sudut bangunan stadion. Wajar jika muncul dugaan, lokasi yang sepi dan jauh dari permukiman itu dijadikan tempat mesum. Benda lain yang mudah dijumpai adalah ribuan butir peluru airsoft.


Ketidak jelasan status kepenguasaan dan kewenangan pengelolaan aset-aset yang dibangun dengan dana pemerintah tersebut dituding menjadi penyebab mangkraknya lokasi tersebut. Penyebab lainnya adalah masalah klasik : keterbatasan anggaran untuk perawatan. Lokasi arena yang di luar kota juga menjadi penyebab minimnya minat masyarakat untuk memanfaatkan lokasi tersebut.

Riwayat awal Jakabaring sangat identik dengan Tenggarong dan Palaran : daerah bukan-apa-apa yang disulap menjadi komplek olahraga terpadu, dipersiapkan untuk pelaksanaan satu even olahraga. Nasib jakabaring selanjutnya pun tak akan jauh berbeda jika pemerintah tidak mempunyai konsep, kemauan dan kemampuan untuk memanfaatkannya untuk tujuan jangka panjang sebagai sentra olahraga. Ruwetnya birokrasi, kesimpangsiuran kewenangan dan rendahnya komitmen penyediaan anggaran yang cukup dan berkelanjutan akan menjadi faktor yang cukup dominan dalam kehancuran Jakabaring seusai pesta. Pengerjaan konstruksi yang serba ekspres pun pastinya akan menghasilkan kualitas aset yang hanya bertahan semusim.

Tak usahlah berpikir untuk merenovasi komplek ini kelak.  Tengok saja kondisi Jakabaring seratus hari lagi. Apakah rerumputan masih terpotong rapi; tidak ada rumput liar; instalasi kelistrikan masih berfungsi; toilet masih berfungsi : air lancar, kran berfungsi, WC tidak mampet; tembok bersih dari coretan vandalis; sampah dan dedaunan tidak berserakan dan seterusnya.  Perawatan-perawatan skala ringan seperti ini sangat mungkin tidak dilakukan seusai pesta. Padahal dari hal-hal kecil tersebut masa depan kemegahan Jakabaring ditentukan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline