Yus Rusila Noor
yus.noor@gmail.com
Ketika menyelesaikan sarapan pagi ini dan membuka gawai untuk mengetahui apa yang terjadi di Indonesia, dan apa yang terjadi di dunia, perhatian saya tertuju pada sebuah kiriman video yang berisi pidato lengkap Presiden Prabowo Subianto di Sidang Umum PBB ke-80. Saya perhatikan dengan tekun butir-butir pidato Presiden, yang disampaikan dengan penuh semangat, tegas, dan lugas.
Ketika Presiden Prabowo bicara di New York, ia datang bukan sebagai negara yang sekadar meminta bantuan, melainkan sebagai mitra solusi. Pidato yang disampaikannya merupakan penegasan kembali prinsip bebas-aktif yang diambil Indonesia selama ini. Prabowo menegaskan komitmen Indonesia pada politik luar negeri yang independen dan berkontribusi pada perdamaian dunia, yang merupakan kelanjutan dari tradisi diplomasi Indonesia. Pidato beliau menyentuh dua arah dan cara pandang yang sama-sama penting, pandangan kedalam (inward looking) dan pandangan keluar (outward looking). Bagi kita, warga negara Indonesia, memahami keseimbangan ini krusial. Sebab, kemajuan Indonesia tidak bisa dipisahkan dari peran kita, baik sebagai subjek pembangunan di dalam negeri maupun sebagai bagian dari keluarga besar dunia.
Pada dimensi inward looking, Presiden menegaskan bahwa tugas utama bangsa ini adalah memastikan keadilan dan kemakmuran di dalam negeri. Beliau berbicara tentang penghapusan kemiskinan, pembangunan ekonomi yang merata, dan penguatan kedaulatan bangsa. Lebih dari itu, Presiden juga menyinggung hal yang semakin penting di era kita, yaitu lingkungan hidup dan upaya mengatasi perubahan iklim. Dengan nada berapi-api, beliau menyatakan bahwa Indonesia telah berhasil menjaga ketahanan Pangan, yang mencatat produksi beras tertinggi dan potensi menjadi "gudang pangan dunia" adalah pernyataan inward-looking yang memiliki dampak outward-looking terbesar. Pesannya jelas, Indonesia stabil dan siap berbagi.
Terkait perubahan iklim, Pak Presiden mengakui ancaman nyata perubahan iklim, misalnya, kenaikan permukaan air laut di Jakarta, kemudian memaparkan langkah konkrit untuk mengatasinya (pembangunan tanggul raksasa, transisi energi terbarukan), yang menunjukkan Indonesia tidak hanya beretorika, tetapi sudah bertindak. Beliau juga menegaskan bahwa kita tidak boleh ragu mengambil langkah besar dalam melestarikan hutan tropis, menjaga mangrove, serta mengurangi emisi karbon. Indonesia, dengan kekayaan ekologis yang dimilikinya, tidak hanya menjaga paru-paru dunia, tetapi juga membuktikan bahwa pembangunan dan kelestarian bisa berjalan seiring. Media asing mencatat penekanan Prabowo pada konsep keadilan iklim (climate justice) dan transisi energi yang berkeadilan. Ini selaras dengan narasi global yang menuntut negara maju (penghasil emisi historis terbesar) untuk memikul tanggung jawab lebih besar dalam pendanaan.
Sementara itu, pada dimensi outward looking, Presiden mengajak dunia untuk menegakkan keadilan dan tata kelola global yang inklusif. Dalam hal ini, Indonesia memainkan peran sebagai pemimpin moral dan juru bicara Keadilan Global. Indonesia, katanya, memiliki kewajiban moral dan sejarah untuk ikut serta menjaga dunia dari perang, konflik, dan ketidakadilan. Dengan menekankan prinsip kerja sama internasional, beliau menegaskan bahwa bangsa ini siap berkontribusi lebih, bukan hanya dalam kata-kata, tetapi juga dalam tindakan nyata.
Pembahasan isu Palestina yang mendetail dan penuh empati bukanlah hal baru bagi Indonesia, namun penekanannya sangat kuat sebagai prioritas moral dan konstitusional. Dukungan tegas pada Solusi Dua Negara disertai tawaran yang berani, kesediaan Indonesia mengakui Israel segera setelah kedaulatan Palestina diakui, adalah langkah diplomatik yang pragmatis. Ini menempatkan Indonesia di tengah, mencoba membuka jalan damai yang selama ini buntu, bukan hanya mengutuk. Poin yang paling menonjol adalah pengajuan proposal untuk mengirimkan pasukan penjaga perdamaian PBB dan mendorong pengakuan kemerdekaan Palestina oleh lebih banyak negara. Ini mengangkat retorika menjadi sebuah ajakan aksi, yang memberi bobot lebih pada pidato tersebut. Lebih lanjut, tawaran untuk dukungan finansial menegaskan bahwa komitmen Indonesia bukan hanya di lisan, tetapi dengan aksi nyata (boots on the ground).
Dengan menyoroti Palestina secara gamblang, Prabowo juga berbicara kepada masyarakat domestik, dan sangat resonan dengan sentimen mayoritas rakyat Indonesia. Dengan kata lain, sebuah kebijakan luar negeri yang kuat pada isu Palestina adalah sekaligus memenuhi kepentingan dan aspirasi dalam negeri. Ini adalah cara untuk menunjukkan bahwa pemerintah tidak mengabaikan isu yang dekat di hati rakyatnya, bahkan saat berbicara di forum global.
Pidato tersebut pada dasarnya seperti berkata bahwa, "Kami kuat di dalam, dan karena itu kami siap berkontribusi di luar." Kekuatan domestik ini menjadi modal utama diplomasi.