Dalam doktrin hukum terdapat adagium yang sangat terkenal, da mihi factum, dabo tibi ius, yang berarti "berikan kepadaku faktanya, maka akan kuberikan kepadamu hukumnya." Kalimat ini menegaskan bahwa hukum tidak dapat diterapkan secara abstrak tanpa adanya fakta hukum yang konkret. Hakim, jaksa, advokat, maupun akademisi hukum selalu mendasarkan analisis pada fakta hukum yang relevan. Dari fakta hukum inilah kemudian timbul akibat hukum, yakni konsekuensi normatif yang melekat pada peristiwa, perbuatan, atau keadaan tertentu.
Fakta Hukum
1. Definisi Fakta Hukum
Fakta hukum adalah peristiwa, perbuatan, atau keadaan yang menimbulkan konsekuensi hukum. Perbedaannya dengan fakta sosial adalah bahwa fakta hukum selalu berkaitan dengan norma hukum yang berlaku, sedangkan fakta sosial hanya merupakan kejadian biasa tanpa konsekuensi yuridis.
2. Bentuk-Bentuk Fakta Hukum
a. Perbuatan
Perbuatan hukum adalah tindakan nyata yang dilakukan oleh subjek hukum (orang atau badan hukum) yang menimbulkan akibat hukum. Perbuatan ini bisa bersifat melawan hukum maupun sesuai dengan hukum. Contoh melawan hukum: penganiayaan, pencurian, atau penipuan. Misalnya Pasal 351 KUHP mengatur bahwa setiap penganiayaan membawa akibat hukum berupa pertanggungjawaban pidana. Contoh sesuai hukum: penandatanganan perjanjian jual beli. Perbuatan ini menimbulkan akibat hukum berupa lahirnya hak dan kewajiban antara penjual dan pembeli.
b. Peristiwa
Peristiwa hukum adalah suatu kejadian yang terjadi dalam kehidupan masyarakat dan menimbulkan akibat hukum, baik disengaja maupun tidak. Contoh: perkawinan. Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan menyatakan bahwa suatu perkawinan sah apabila dilakukan menurut hukum agama masing-masing. Peristiwa sahnya perkawinan menimbulkan akibat hukum berupa hak dan kewajiban suami istri, serta hubungan keperdataan antara orang tua dan anak.
c. Keadaan
Keadaan hukum adalah suatu kondisi atau status tertentu yang melekat pada subjek hukum dan menimbulkan akibat hukum. Contoh: usia dewasa. Pasal 330 KUHPerdata menyebutkan bahwa seseorang yang belum berusia 21 tahun dan belum menikah dianggap belum dewasa. Status dewasa ini menentukan kecakapan seseorang dalam melakukan tindakan hukum, seperti membuat perjanjian atau menghadap di pengadilan.