Lihat ke Halaman Asli

Dongeng Kopi

Berbiji baik, tumbuh baik!

Garula, Ananta Widada: Pengkhianatan Anak dari Kisah Dongeng Kopi

Diperbarui: 13 Februari 2024   13:51

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ananta Widada berbalik arah melawan yang membesarkannya, Garula. Sumber: Dok. Dongeng Kopi

Saat Garula berusia 67 tahun, ia kembali mengerami telor yang kesepuluh kali dengan jumlah butir sebanyak lima. Disaat ia mengerami tersebut, menyelip satu telor naga Taksaka yang menaruh telor satu satunya itu secara sengaja agar aman dari buruan para Ksatria yang mendengar bila makan telor Taksaka bisa menjaga kekuasaan sepanjang tujuh turunan.

Dua tahun berselang, telor itu menetas. Ia adalah yang paling akhir diantara lima telor lainnya. Berbeda dengan lima telor lain yang langsung nampak wujudnya seperti paksi, telor terakhir ini berbentuk naga. Diberikan nama Ananta Widada. Meski berbeda, akan tetapi, Garula tetap sayang dan menganggap ini adalah garis Tuhan yang harus diterima.

Garula sangat menyayangi anaknya yang paling beda dibanding yang lain. Perawakannya yang kurus kerempeng, wajahnya yang tidak cemerlang menjadikannya iba. Sehingga setiap orang memandang selalu diliputi belas kasih.

Seiring waktu area bermain mulai berkembang. Dari menyusur gorong-gorong lalu ke gedhongan bersama kuda kuda, hingga hutan hutan lebat yang sinar matari tak masuk penuh untuk berburu. Sepuluh tahun berlalu, Ananta menjelma menjadi besar. Sepuluh tahun juga akhirnya ia sadar bahwa ia bukan anak Garula yang senantiasa mengajarkan kebajikan, pengetahuan, kekuatan, keberanian, kesetiaan, dan disiplin.

Perjumpaan dengan Taksaka menanggalkan apa yang diugemi dan agemi atas nilai-nilai. Taksaka memberikan ujaran bahwa Ananta Widada adalah bangsa Wasu yang sifat dasarnya adalah jahat, licik, khianat, manipulatif.

"Suratan takdir kita adalah demikian Nak, kehidupan berjalan karena ada yang mengambil peran hitam dan putih agar dharma bisa jadi nafas, sebagai pegangan hidup yang hakiki dan sebagai kepribadian manusia. Nah peran kita menjadi yang hitam itu. Jangan melawan kodrat yang ditetapkan"

Ananta Widada tercekat, rasanya seperti tersengat bisa. Nasihat Ibu aslinya itu menggugurkan segala prinsipnya. Segera ia menyerangsang, mengganas, memberang dengan menabrak segala prinsip yang begitu lama ia pegang.

Garula sedih. Ia meratap atas cinta kasihnya yang berubah drastis. Ia pun membuat pagar betis dari ancaman pada anak anaknya agar tidak ditabrak Ananta Naga yang lupa jalan ajarannya selama ini.


Begitu cangkir kopi ia sesap setelah menyurung gula kawung, mengaduk perlahan ditengah meja makan saat semua anaknya yang berjumlah 19 duduk berkumpul mengitarinya, Garula berpesan;


"Rapatkan barisan, perkuat pertahanan kita akan menghadapi rombongan Ananta Widada yang akan mengacaukan tatanan. Biar ia ibu besarkan, bila sudah tidak dapat diingatkan, satu satunya jalan, adalah kita harus melawan!"




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline