Bayangkan suasana rapat evaluasi kinerja di kantor. Seorang karyawan dengan tegang menunggu masukan dari atasannya. Harapannya sederhana: ia ingin tahu bagian mana yang perlu diperbaiki.
Namun, yang keluar justru kalimat penuh pujian: "Kamu sudah bagus, kok. Kerja kerasmu terlihat. Mungkin hanya perlu sedikit penyempurnaan saja."
Sekilas terdengar menenangkan, tetapi setelah itu, si karyawan justru pulang dengan kepala penuh tanda tanya. Apa yang dimaksud "sedikit penyempurnaan"? Bagian mana yang harus dibenahi?
Fenomena inilah yang sering kita sebut sebagai sugar coating. Kata-kata manis yang membungkus pesan dengan tujuan supaya terdengar lebih halus, lebih enak, dan tidak menyinggung.
Dalam kehidupan sehari-hari, hal itu bisa dipahami. Namun, dalam dunia kerja, sugar coating sering kali membuat tidak nyaman. Ini bukan hanya tentang sikap atasan ke bawahan. Banyak karyawan pun melakukannya—bahkan lebih sering—kepada atasan mereka. Alasannya? Dari sekadar menjaga citra diri, menghindari konflik, sampai demi satu hal: jabatan idaman.
Apa Itu Sugar Coating?
Sugar coating dalam konteks komunikasi adalah kebiasaan menyampaikan pesan dengan cara yang sangat lembut, bahkan sampai mengaburkan makna sebenarnya.
Dalam praktik di kantor, lebih sering kita temui karyawan yang 'ngegula-gulain' atasannya. Saat ditanya soal perkembangan kerja, ia enggan mengaku ada kesalahan. Sebagai gantinya, ia berputar-putar sambil bercerita tentang 'ide cemerlang untuk ke depan'. Sekilas terdengar manis, tetapi sebenarnya cuma seperti permen kapas: besar di luar, rapuh di dalam.
Jika dibiarkan, atasan bisa hidup dalam ilusi gula-gula—kehilangan gambaran nyata tentang kondisi tim. Akibatnya, budaya seperti ini bisa membuat organisasi berjalan dengan informasi palsu—terlihat rapi di permukaan, padahal di dalamnya penuh tambalan.
Alasan Karyawan Melakukan Sugar Coating
Sikap ini muncul sering kali karena beberapa alasan berikut.
- Takut menyinggung atau disalahkan. Tidak semua orang berani berkata jujur tentang kendala, apalagi jika atasan dikenal tegas.
- Ingin menjaga citra diri. Terlihat selalu positif dan penuh ide baru dianggap lebih aman daripada mengakui kekeliruan.
- Strategi bertahan. Dalam lingkungan kerja yang hierarkis, banyak karyawan memilih jalan aman: berkata manis agar tidak menimbulkan masalah.
- Mengejar posisi. Kadang, sugar coating dipakai sebagai cara "membangun kesan baik" di mata atasan, dengan harapan suatu saat terbuka peluang promosi atau jabatan idaman.
Sekilas tidak ada yang salah. Namun, ketika terlalu sering dipakai, sugar coating bisa menimbulkan masalah baru.