Lihat ke Halaman Asli

Dinoto Indramayu

Belajar, belajar dan belajar....

Keong Racun (1)

Diperbarui: 26 Juni 2015   13:02

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Parenting. Sumber ilustrasi: Freepik

Racun yang Menjadi Makanan Sumber Protein

Hampir setengah abad yang lalu, aku termasuk generasi yang manikmati sumber protein murah meriah.Bersumber dari sawah sebagaimana sebagian besar penyandang kehidupan kami berasal.Keong, keraca (tuttut), yuyu (keuyeup, kepiting sawah), ikan-ikan dan sebagainya.

Keraca adalah makanan favoritku.Dimasak dengan bumbu alami, berkuah sedikit pedas.Sangat nikmat rasanya.Walau kadang terpaksa dicekok bodo-yuyu (yuyu yang sudah dijadikan masakan berasa manis, sudah tak bisa terbayang bagaimana bentuk dan rasa lain makanan itu).

Keong hanya sebagian yang mau memakannya, kurang nikmat.Ukurannya yang besar kadang2 membuat bulu kuduk berdiri.Keong lebih banyak digunakan sebagai sumber protein bagi bebek (itik) yang juga dipelihaa sebagian petani di desa kami.

Keraca dan keong hidup bersama, menikmati pancuran air yang melintasi pematang sawah.Tinggal meraup, keong dan keraca sudah banyak terkumpul.Keduanya dipisahkan, keraca diambil, keong dikembalikan ke habitatnya, menunggu pemilik itik mengambilnya atau tumbuh berkembang bebas.

Sementara keong racun berbeda nasibnya.Hewan ini banyak diburu untuk dimusnahkan.Kerjanya Cuma mengotori tembok rumah dengan liur yang dibuang sepanjang jalan yang dilalui dan juga kotorannya yang menjijikan.Tidak jarang bekicot memakan tanaman di pekarangan.

Bekicot diburu, dibalikan badannya dan diberi sedikit garam.Segeralah dia menangis dan kemudian mati.Tidak ada belas kasih untuk hewan pengganggu yang satu ini, apalagi memakannya.

Tetapi walau begitu, keong racun kadang dibutuhkan.Kalau ada yang luka terkeca cangkul atau parang maka keong racun adalah pertolongan perlama.Potong cangkangnya, dan cairan yang meleleh dari tubuh lunak itu akan mempercepat penyembuhan luka yang menganga.

Roda zaman terus berputar, aku pun sudah terlalu jauh dari resep makanan alami warisan nenek moyang.Di desa kami sekalipun.Bahkan terkesan aneh, keong-keong jadi jajanan.Ada sate keong, ada juga keong berkuah sebagaimana keraca kuah yang sangat nikmat itu.

Keong, ya, keong.Tetapi sungguh berbeda dengan keong sawah yang dulu.Warnanya kekuningan.Luar biasa besar.Ukuran besar yang menjijikkan bukan lagi suatu alasan.

Semula keong emas yang dulu dibumihanguskan di negeri Philippina ternyata menjadi hewan kesayangan yang dipelihara di aquarium, kemudian dengan cepat merambah ke kolam dan lahan pertanian.Seperti di negera lain, keong emas melahap habis tanaman padi tanpa ampun.

Petani kebingungan, pemerintah yang secara tak langsung mempopulerkan hewan ini (via Keong Emas di TMII) tak berkutik dan masyarakat pecinta keong emas berubah memusuhi hewan bertelur pink ini.

Di sisi lain, kesempatan untuk berusaha pun muncul.Petani terbantu oleh mereka yang memanfaatkan hewan ini menjadi pakan dan makanan sumber protein.Bukan hanya untuk ternak, itik misalnya, tetapi juga camikan manusia.

Di sisi lain, persepsi buruk terhadap keong racun pun berubah.Dengan dukungan fakta ilmiah dari ilmuwan, racun yang satu ini berubah menjadi peluang usaha yang sangat menjanjikan.Bukan sebagai sumber obat sebagaimana nenek-moyang kami memanfaatkan racunnya tetapi sebagai sumber protein.

Peluang bisnis terbuka lebar untuk membuudidayakan keong racun.Berbagai pelatihan digelar.Ratusan juta atau bahkan milyaran rupiah dana diinvestasikan untuk bersusaha di bidang ini tanpa ragu.

Demi keuntungan besar dalam waktu yang singkat dan cara yang sangat mudah.Jangan lupa, berkah, karena bukan hanya menguntungkan pengusaha tetapi juga akan dapat mengangkat derajat, harkat dan martabat semua anak manusia yang menikmati protein hewaninya.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline