Kecelakaan study tour Subang, Sabtu (11/5) lalu memancing beragam reaksi.
Beberapa daerah melarang atau membatasi kegiatan darma wisata ke luar kota, demi mencegah kejadian serupa.
Dengan berbagai alasan, sebagian menyetujui larangan study tour ke luar kota. Sementara lainnya mengalamatkan kesalahan pada kelayakan bus pariwisata digunakan.
Lebih jauh, mereka mempertanyakan kerja otoritas pengatur angkutan dalam mengawasi. Apakah suatu kendaraan umum laik jalan atau tidak. Izin masih berlaku atau tidak.
Biarlah mereka mengevaluasi tata cara pemberian izin dan pengawasan angkutan orang di lapangan. Kita cukup tahu bahwa kendaraan semacam itu harus ada perizinan.
Bus pariwisata termasuk kategori angkutan orang tidak dalam trayek (Permenhub 117 tahun 2008).
Usaha angkutan umum tersebut diselenggarakan oleh suatu badan usaha. Perusahaan mendapatkan izin usaha angkutan setelah memenuhi persyaratan:
- Sedikitnya memiliki 5 kendaraan (ada BPKB dan STNK).
- Punya garasi atau tempat untuk menampung kendaraan tersebut.
- Menyediakan fasilitas pemeliharaan (bengkel), baik milik sendiri maupun dalam kerangka kerja sama dengan pihak lain.
Pemeriksaan terhadap masa berlaku perizinan dan persyaratan teknis (buku uji berkala/kir, fisik kendaraan, standar pelayanan minimal), serta kelaikan jalan bus pariwisata dilaksanakan oleh petugas DLLAJ dan/atau kepolisian.
Pengawasan dilakukan di ruas jalan, tempat keberangkatan, garasi kendaraan, kawasan wisata, dan pos pemberhentian lainnya.