Sebentar lagi, tepatnya tanggal 20 Maret, adalah tanggal lahir Sapardi Djoko Damono (alm). Sastrawan yang telah berpulang empat tahun silam ini telah melahirkan begitu banyak kumpulan puisi sehingga ia juga disebut sebagai penyair yang produktif. Bahkan pada tahun 2017 ia menerbitkan enam buku puisi secara serentak. Salah satunya adalah buku berjudul Kolam ini.
Ada sekitar 50-an puisi dalam buku ini yang terbagi menjadi buku satu, dua, dan tiga. Tiap bagian punya ciri khas tersendiri.
Ada puisi berjudul Pintu yang menarik dibaca. Berikut isinya:
"Pagi dikaruniai begitu banyak pintu dan kita
disilakan masuk melewatinya kapan saja.
Malam diberkahi begitu banyak gerbang dan kita
digoda untuk membukanya dan keluar agar bisa ke Sana.
Tidak diperlukan ketukan.
Tidak diperlukan kunci.
:
Sungguh, tidak diperlukan selamat datang atau
selamat tinggal."
Puisi Sapardi adalah jenis puisi suka-suka, ada juga yang menyebutnya puisi kontemporer. Puisi-puisinya bisa berupa puisi konvensional, tapi tak sedikit yang berupa puisi naratif.
Bagian yang menggunakan puisi konvensional dengan berupa bait dan rima, adalah bagian kedua yang berjudul Sonet 1 hingga Sonet 15. Di sini ia ketat menggunakan jumlah bait yang sama dengan memperhatikan rima.
Sementara puisi berjudul Kolam di Pekarangan berupa puisi naratif yang begitu panjang. Ada empat halaman khusus untuk puisi kolam tersebut. Isi puisinya bergulir tentang hubungan antara kolam, ikan, dan dedaunan yang jatuh ke dalamnya.
Eyang Sapardi nampaknya bersenang-senang dengan puisi naratif. Sebagian puisi seperti catatan harian dan ungkapan gagasannya.
Pada bagian ketiga, nampak kebebasan di dalamnya. Eyang Sapardi bermain-main dengan ukuran huruf, tapi kadang-kadang setia dalam wujud bait. Hanya jumlah barisnya bisa beragam, bebas.
Ada puisinya uang hanya dua baris. Puisi tersebut berjudul Tempias.
"tik-tok jam itu tempias
semakin deras"
Membaca puisi disebutkan membuat hati lembut dan lebih peka. Selain itu puisi juga memperkaya kita akan diksi dan menerka makna dari bahasa simbolis.