Lihat ke Halaman Asli

DEVA SEPTANA

Journalist

Cinta Instan: Modal Swipe Doang!

Diperbarui: 17 Mei 2025   11:00

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Diary. Sumber ilustrasi: PEXELS/Markus Winkler

Apa jadinya kalau cinta bisa didapat hanya dengan satu jempol dan koneksi internet? Tidak perlu parfum mahal, tidak perlu canggung ngajak kenalan di halte---cukup swipe kanan, dan voil, kamu bisa langsung dapat pasangan (atau setidaknya seseorang buat ngobrol tengah malam sambil mikirin hidup). Fenomena ini bukan khayalan. Selamat datang di dunia aplikasi kencan, tempat generasi muda Indonesia berburu cinta dari kenyamanan kasur masing-masing.

Meski awalnya dianggap "gaya hidup bule", saat ini aplikasi kencan telah menjelma jadi bagian dari rutinitas digital anak muda di Indonesia. Dari Jakarta sampai Jayapura, dari mahasiswa sampai pekerja kantoran, semua bisa bertemu di satu tempat: Tinder, Bumble, Tantan, dan teman-temannya.

Menurut laporan Statista 2024, pengguna aktif aplikasi kencan di Indonesia mencapai 10 juta orang---dan mayoritas adalah mereka yang berusia antara 18 sampai 29 tahun. Jadi jangan heran kalau kamu buka aplikasi dan tiba-tiba nemu dosen kamu, atau bahkan mantan pacar yang katanya udah "serius" kemarin.

Tapi kenapa sih banyak yang tergoda aplikasi kencan? Jawabannya sederhana: praktis, cepat, dan tanpa risiko terkena cipratan kuah bakso waktu ngajak kenalan di pinggir jalan. Dalam wawancara eksklusif SuarAkademia, Fakhirah Inayaturobbani, dosen Psikologi dari UGM, menyebutkan bahwa dating apps ibarat pedang bermata dua. Di satu sisi, mereka menyediakan jembatan antar manusia dari tempat dan latar belakang yang jauh berbeda. Tapi di sisi lain, ia bisa jadi jurang dalam jika digunakan tanpa kesadaran sosial yang kuat.

Menurut Fakhirah, manusia itu makhluk kompleks. Kita tidak hanya saling sapa lewat kata, tapi juga lewat bahasa tubuh, ekspresi wajah, nada suara, hingga energi tak kasat mata (bukan hantu, tenang). Semua itu nyaris hilang dalam ruang digital yang serba difilter dan dipoles.

"Banyak yang jadi jagoan chat, tapi gugup setengah mati waktu ketemu langsung," ujar Fakhirah sambil terkekeh.

Jadi, apakah aplikasi kencan bikin generasi muda jadi kurang gaul? Tidak juga. Tapi ada tren menarik di sini. Sebuah studi dari Universitas Indonesia tahun 2023 menunjukkan bahwa 65% pengguna dating apps mengaku merasa gugup saat harus berinteraksi langsung, padahal di aplikasi mereka sangat aktif dan percaya diri.

Tapi jangan buru-buru hapus aplikasinya.
Fakhirah menekankan bahwa aplikasi ini tetap bisa berguna dan sehat, asalkan digunakan secara sadar. Misalnya:

  • Gunakan aplikasi sebagai langkah awal, bukan tujuan akhir.
  • Jangan jadikan swipe sebagai pelampiasan atau pelarian.
  • Latih keterampilan sosial lewat aktivitas nyata: ngobrol langsung, ikut komunitas, atau sesekali ajak nonton film bareng (bukan nonton bareng pakai Zoom, ya).
  • Dan jangan lupa: orang di balik layar juga manusia, bukan sekadar username dengan foto liburan di Bali.

Salah satu dampak lain yang mulai dirasakan adalah lelah emosional digital---alias capek ngasih reaksi ke pesan yang ambigu, sinyal ghosting yang membingungkan, sampai perasaan "kok dia beda ya pas ketemu langsung?"

Sebuah penelitian dari Harvard Business Review (2023) menyebutkan bahwa lebih dari 70% pengguna aplikasi kencan global mengalami kelelahan emosional setelah beberapa bulan pemakaian intens.

Makanya, penting untuk tahu kapan harus lanjut ngobrol, kapan harus berhenti, dan kapan waktunya uninstall buat healing.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline