Lihat ke Halaman Asli

Dee Daveenaar

Digital Mom - Online Shop, Blogger, Financial Planner

Walaupun Sedekahku seperti Butiran Debu namun Melegakan

Diperbarui: 8 Mei 2020   09:11

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

dokpribadi

24 April 2020 --di pagi hari pertama Ramadan, saya melangkahkan kaki dengan ringan seringan hati yang bersenandung. Bukan hanya karena hari ini kita memulai ibadah puasa di bulan nan suci namun karena hari ini saya akan membayarkan zakat atas penghasilan kemarin.

Kemarin itu seorang customer membayarkan kewajiban bulanannya dan berbeda dengan hari-hari sebelumnya, saat saya tidak terlalu menyegerakan pengeluaran zakatnya.

Kali ini saya segerakan, ada beberapa alasannya: yang pertama himbauan dari Wapres Ma'ruf Amin untuk menyegerakan pembayaran zakat dalam kondisi pandemic Covid-19 ini karena banyak pihak yang terpukul secara ekonomi yang perlu dibantu.

Yang kedua, sebuah testimoni dari Dewa Eka Prayoga (DEP) -- pelaku bisnis online yang mumpuni pada sebuah webinar yang diselenggarakannya. Dia yang tadinya memiliki hutang Milyaran terbebas dari hutangnya saat melakukan amalan yang dinasehatkan oleh seorang ustad yang tadinya juga memiliki hutang Milyaran.

Ustad tersebut menasehati supaya DEP bersedekah tiap pagi sebelum memulai aktifitas. Ternyata benar juga nasehat ustad itu dengan bersedekah tiap pagi sedikit demi sedikit jalan terbuka bagi Dewa Eka Prayoga untuk melunasi hutangnya.

Saya berpikir simple saja, orang yang berhutang milyaran aja dibantu Allah, insya Allah saya yang tidak punya utang milyaran akan memetik berkah yang jauh lebih baik.

30 April 2020 kembali saya akan mengeluarkan zakat atas pembayaran customer lain kemarin, tepat 6 hari sejak zakat pertama. Masya Allah, hati ini sungguh bersyukur. Kalau pada 24 April lalu saya berbagi di Rumah Yatim dan Dhuafa. Kali ini saya berbagi dengan para pemulung. 

Beberapa diantaranya adalah pemulung perempuan, ya saya perhatikan makin hari makin banyak pemulung perempuan. Mereka tak kalah gigih dengan pemulung lelaki, mengais tempat sampah, menghela gerobak besar sembari menggendong serta menggandeng anak-anaknya.

Dan ketika angin berhembus membuat baju panjang mencetak bagian perutnya, laa hauwla wala kuwata illah bilah, perempuan itu sedang hamil. Sepontan saja saya berdiri di depannya, meraih tangan kelamnya yang sedang memegang helaan gerobak dan memasukkan selembar uang ke tangannya,

"Maaf hanya bisa bantu sedikit, mohon diterima."

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline