Pada era saat ini, tentu pembangunan dan pengembangan tentang suatu daerah menjadi topik yang hangat di era saat ini. Ditambah dengan program - program dari pemerintah yang sangat menekan tentang pembangunan nasional. Dalam pengembangan dan pembangunan nasional tentu butuh modal untuk pembangunannya. Modal ini sendiri didapatkan dari berbagai sumber contohnya APBN atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Nasional, APBD atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah dan sumber pendapatan lain.
Terdapat hal yang menarik dalam modal pembangunan yang ada di pemerintahan yaitu PPP atau Public Private Partnership. Public Private Partnership merupakan suatu kerja sama antara pihak pemerintah dan pihak ketiga yang merupakan pihak swasta untuk melakukan perjanjian pembangunan atas bentuk perjanjian yang disetujui. PPP atau Public Private Partnership memiliki nama lain yaitu KPBU atau Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha.
Pada dasarnya PPP atau Public Private Partnership tidak memiliki definisi yang pasti, sebab hal ini merupakan bentuk perjanjian yang tidak atur dalam aturan pemerintah. Perjanjian ini bertujuan sebagai penyediaan infrastruktur dalam tujuan untuk kepentingan umum dengan mengacu pada spesifikasi yang telah ditetapkan sebelumnya oleh Menteri, Kepala Lembaga atau Kepala Daerah dan BUMN atau BUMD. Dalam perjanjian ini menggunakan sebagian atau seluruhnya menggunakan sumber daya Badan Usaha dengan memperhatikan pembagian risiko diantara para pihak yang terkait.
Kerjasama pemerintah dengan swasta sebenarnya telah ada dan dikenal sejak masa Orde Baru seperti pembangunan fasilitas jalan tol dan fasilitas ketenagalistrikan negara, namun mulai dikembangkan tahun 1998 pasca krisis moneter.
Setelah didahului dengan beberapa peraturan pendukung KPBU atau Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha, maka untuk menyesuaikan PPP atau Public Private Partnership secara dunia, Pemerintah mengeluarkan Peraturan Presiden Nomor 38 Tahun 2015 tentang Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha dalam penyediaan infrastruktur. Sejak Peraturan presiden ini diluncurkan, kerjasama yang sebelumnya dikenal dengan Kerjasama Pemerintah Swasta atau KPS yang diubah menjadi KPBU atau Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha.
Terjadinya PPP atau Public Private Partnership ini disebabkan karena keterbatasan APBN atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dalam pembiayaan pembangunan infrastruktur yang ditetapkan dalam RPJMN 2015-2019 yang menyebabkan adanya selisih pendanaan atau funding gap yang harus dipenuhi. Untuk mengatasi hal tersebut, Pemerintah dituntut untuk menggunakan beberpa alternatif pendanaan. Salah satunya mengunakan skema atau pola kerjasama pembangunan yang melibatkan pihak swasta atau dikenal sebagai Public Private Partnership atau PPP.
PPP atau Public Private Partnership dilaksanakan dalam tiga tahap: perencanaan, persiapan dan bisnis. Pada tahap perencanaan menteri, kepala lembaga atau direktur daerah atau kepala BUMD menyusun rencana anggaran, mengidentifikasi, mengambil keputusan dan menyusun daftar rencana KPBU. Hasil dari tahapan perencanaan adalah daftar prioritas proyek dan dokumen survei pendahuluan yang disampaikan kepada KTM/BAPPENAS sebagai daftar rencana KPBU yang disusun, terdiri dari proyek KPBU yang siap dilelang dan proyek KPBU yang sedang berjalan.
Selain itu, kantor persiapan mendukung dalam tahap persiapan kemitraan publik-swasta sebagai menteri PJPK atau Pengelola lembaga, Pengelola wilayah atau Pengelola BUMD. Pada dengar pendapat publik, persiapan studi pendahuluan, rencana pembiayaan pemerintah dan jaminan pemerintah, dan penetapan prosedur. untuk mengembalikan investasi terhadap pembelian tanah ke PPP. Tahapan transaksi dilakukan oleh PJPK dan terdiri dari penilaian keunggulan pasar, penentuan lokasi, akuisisi dan penyelesaian akuisisi unit bisnis yang sesuai, penandatanganan kontrak dan perkiraan biaya.
Apakah bentuk-bentuk pemanfaatan BMN seperti Kerjasama Pemanfaatan (KSP), Build-for-Delivery (BGS), Build-for-Delivery (BSG) dan Kerjasama Penyediaan Infrastruktur (KSPI) KPBU? Bentuk-bentuk pemanfaatan BMN diatur oleh pemerintah melalui PP 27 Tahun 2014 yang memperkenalkan sistem KPBU, namun tidak secara otomatis mencantumkan KPBU, pemanfaatan BMN dapat diakui sebagai KPBU apabila disetujui dan dikabulkan oleh Menteri PPN/Direktur BAPPENAS. Dalam daftar rencana KPBU.
Misalnya, jika rencana penyediaan infrastruktur yang disampaikan oleh Kementerian/Lembaga di BMN adalah Menteri PPN/Direktur BAPPENAS sebagai proyek KPBU, maka untuk BMN Menteri Keuangan bertindak sebagai PJPK dalam Pengelola Kepemilikan. Menteri/Direktur lembaga memanggil PJPK kegiatan di pemilik BMN.
PPP atau Public Private Partnership dapat dikatakan sebagai salah satu alternatif permasalahan pembangunan infrastruktur Indonesia, khususnya bagi daerah otonom baru untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Pemerintah kota dengan sumber daya yang terbatas dan sumber daya manusia yang tidak memadai dapat mengembangkan infrastruktur daerah mereka lebih lanjut bekerja sama dengan sektor swasta. PPP atau Public Private Partnership sendiri terdapat contoh nyata didalam masyarakat contohnya sendiri yaitu proyek pembangunan jalan tol yang membutuhkan dana besar.