Lihat ke Halaman Asli

Kamaruddin Azis

TERVERIFIKASI

Profil

Perihal Importasi dan Amputasi Mafia Garam

Diperbarui: 4 Agustus 2017   19:19

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Lahan garam di Jeneponto, Sulsel (foto: Kamaruddin Azis)

Kekurangan 1,6 juta ton garam untuk pemenuhan kebutuhan nasional tampaknya tidak bisa dilihat sebagai kegagalan produksi dan pengaruh musim belaka. Kita pernah surplus hingga 1 juta ton di 2009, meski berlebih, impor garam saat itu tetap berlangsung. Ini menggambarkan bahwa garam jadi 'bertensi tinggi' ketika tata kelola produksi di hulu hingga hilir tak diberesi dengan bijak. Saat itu, Negara tega melonggarkan impor meski produksi domestik berlimpah.

Dilema Importasi
Mungkin banyak yang belum tahu bahwa sekira 8 delapan tahun lalu, suplai garam nasional (dari garam rakyat) melebih angka 1 juta ton sementara kebutuhan nasional hanya 50 ribu ton. Di tahun itu, belangsung impor bahkan melebihi angka 1 juta ton. Salah satu alasannya saat itu adalah kualitas garam lokal yang tak sesuai selera industri karena kandungan NaCl yang rendah. Ada ketidakmampuan produsen memenuhi standar yang dikehendaki konsumen.

Meski sempat berhenti, bulan ini, pemerintah kembali mengesahkan izin impor garam industri pada 27 perusahaan di semester II tahun ini. Izinnya keluar setelah ada rekomendasi dari Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). Alasnya adalah UU No. 7/2016 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudidaya Ikan, dan Petambak Garam. Karenanya, sahnya impor garam butuh rekomendasi KKP.

Tak hanya aturan itu, ada pula tambahan terkait impor barang asin ini sebagaimana diatur melalui Permendag No. 125/12/2015 tentang ketentuan impor garam. Aturan ditetapkan pada akhir 2015 dan berlaku pada April 2016 setelah petambak garam lokal menjadi bulan-bulanan importir yang menyusupkan asin garam ke ceruk produsen lokal.

Sesungguhnya, importasi garam telah berlangsung lama. Sebagai misal, pada tahun 2012 Pemerintah meneken kuota impor 500ribu ton untuk beberapa perusahaan. Meski begitu, waktu itu, Sudirman Saad, Dirjen Kelautan, Pesisir, dan Pulau-Pulau Kecil (KP3K) mengatakan bahwa importir produsen tersebut seharusnya mau menyerap garam rakyat. Kuotanya ada pada PT Garam sebesar 27.500 ton, PT Susanti Megah sebesar 50.000 ton, PT Garindo 76.100 ton, PT Sumatraco L.M 26.000 ton dan PT Budiono 36.200 ton.

Ketidakbecusan impor dan adanya perusahaan yang tak kredibel telah menjadi perhatian Menteri Susi Pudjastuti waktu mulai menjabat. Dia mengingatkan bahwa di situ ada tujuh perusahaan namun ada yang tidak pantas. Dasarnya bahwa pada tahun 2011 di Pelabuhan Belawan ditahan 29.050 ton garam yang dikapalkan dari India.

Hingga tahun 2015, izin impor garam yang sudah diterbitkan Kementerian Perdagangan (Kemendag) ke importir setara 75% dari kebutuhan impor garam industri tahun lalu. Tercatat pada Januari hingga 30 Juni 2015 telah diterbitkan izin impor garam sebanyak 1,506 juta ton. Importasi yang merusak dapat dilihat pada sikap keras kepala mereka ketika mengobok-obok harga lokal.

"Gimana gak rusak harga, mereka beli murah di Australia kemudian dilepas dengan harga jauh di bawah harga pasar lokal, untung besar mereka," kata seorang pensiunan KKP yang pernah melihat pabrik garam di Australia beberapa tahun lalu saat ditemui siang ini, (31/07).

Terkait disparitas harga itu, pada tahun 2015, menurut Kementerian Kelautan dan Perikanan adanya garam impor telah membuat harga garam lokal kualitas 1 yang semestinya Rp 750/Kg atau kualitas 2 sebesar Rp 550/Kg jatuh ke harga Rp 300-375/Kg. Ini salah satu dilema ketika izin diberikan dan tak dikontrol dengan ketat. Dilema lainnya adalah meski sebagai negara maritim namun kita masih gagal menjamin ketersediaan garam. Importasi garam adalah noda bagi nama besar Indonesia di pesisir dan laut, begitu kira-kira.

Memahami Konteks
Hingga tahun 2016, produksi garam masih fluktuatif mesti tak seheboh sekarang. Produksi yang terbatas, musim hujan yang tak menentu membuat Pemerintah membuka kembali keran impor. Beberapa pihak bahkan berpikir, impor seharusnya tak terjadi andaikata standar garam bisa sesuai kualitas produksi nasional terutama dari lahan rakyat.

Sebagai gambaran, kondisi pergaraman nasional, terdapat 20 kabupaten pesisir di Indonesia, dominan di Jawa yang menjadi produsen garam. Industri garam sangat tergantung pada elevasi pesisir dan tipikal cuaca atau curah hujan. Pesisir yang miskin hujan umumnya sangat bagus dijadikan lokasi pergaraman.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline