Komedian sama politisi kan sama ya? Sama-sama ada lucunya.
Bedanya kalau komedian lucunya di kehidupan, politisi lucunya di kebijakan....
Itulah sebait punchline monolog komedi yang dibawakan oleh komedian tunggal Fatih Andika, atau yang lebih dikenal dengan mononim Ate, dalam sebuah pentas yang saya hadiri beberapa waktu lalu.
Ate membawakan monolog itu di hadapan dua menteri anggota Kabinet Merah Putih, yakni Menko Bidang PMK Pratikno dan Mendagri Tito Karnavian yang juga hadir. Tawa kedua pembantu tugas Presiden Prabowo Subianto itu pun lepas menyaksikan penampilan sang komedian di atas pentas.
Aman ya, Pak, aman...? Lanjut ya, Pak....
Beberapa kali Ate bertanya seusai menyampaikan beberapa bit dalam monolog komedi itu. Matanya memandang ke arah Pratikno dan Tito. Ia pun melanjutkan monolognya soal 'aman'.
Kalau pejabat yang baik diamanin sama ajudan, yang nggak baik diamanin KPK....
Berbicara soal komedi yang mengangkat kritik sosial dalam penyajiannya, memang bukan hal yang baru. Kritik berbalut komedi bahkan telah dibawakan sejak sebelum republik ini berdiri.
Seperti kesenian ludruk di Jawa Timur, yang memadukan penyajian humor dengan sindiran kehidupan rakyat kecil.
Sunaryo dkk. (1997) dalam jurnal Perkembangan Ludruk di Jawa Timur, menyebut pada masa pemerintahan Hindia Belanda, fungsi ludruk dibagi menjadi dua, yakni sekunder dan primer.