Lihat ke Halaman Asli

Cak Glentong

Pemerhati masalah budaya dan agama

Urgensi Pluralisme dalam Pendidikan Agama

Diperbarui: 31 Mei 2020   10:01

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Oleh: Cak Glentong

Peristiwa kekerasan yang muncul karena persoalan perbedaan dalam pemahaman agama seringkali menghiasi media massa, terjadinya konflik horisontal antar kelompok yang mempunyai keyakinan berbeda. Perbedaan yang seharusnya diselesaikan dengan dialog, ditempuh dengan kekerasan dan pengrusakan. 

Satu kelompok atas nama kebenaran menyerang kelompok lain, yang dianggap sesat, menyimpang, dan meresahkan masarakat. Seolah-olah hanya ada satu kata dalam benak mereka, kelompok yang dianggap sesat ada musuh berbahaya, sehingga harus dihancurkan.

Memprihatinkan sekali melihat kekerasan seperti itu, masarakat seringkali terlihat gagap dalam menghadapi  perbedaan, seolah-olah tidak mempunyai wawasan yang luas untuk menghadapi dialog dengan kelompok yang berbeda, sehingga yang berbicara adalah kekerasan, kemarahan, amarah, bukan dialog dengan hati yang luas dan terbuka. 

Kekerasan adalah wujud komunikasi yang paling rendah dalam menyelesaikan masalah antar kelompok, karena tidak memberikan ruang dialog terhadap perbedaan, sesuatu yang seharusnya menjadi hak asasi manusia dan merebut posisi negara sebagai penegak hukum.

Melihat kenyataan seperti ini urgen sekali menggagas pemahaman pluralisme dalam pelajaran agama di sekolah-sekolah. Terutama pluralisme dalam internal agama, karena sikap pluralisme antar agama lebih mudah difahami. Namun sangat disayangkan, realitas yang berkembang, pendidikan agama cenderung bersifat parsial sesuai dengan pemahaman kelompok masing-masing, lebih sempit lagi sesuai dengan apa yang diyakini oleh gurunya, tidak menyediakan ruang yang luas untuk mengajarkan perbedaan pemahaman yang ada di masarakat. 

Padahal di sekolah  sekolah umum siswa mempunyai latar belakang pemahaman agama yang berbeda, namun seringkali materi pengajaran mengabaikan perbedaan tersebut. Seolah-olah  pemahaman agama itu tunggal,  tidak majemuk, jika berbeda dengan apa yang diajarkan adalah salah.

Sekolah seharusnya bisa membangun dasar pemahaman pluralisme dalam agama bagi siswa, sehingga siswa mempunyai wawasan dan kematangan mental saat harus berhadapan perbedaan pemahaman dengan kelompok yang berbeda. Apa yang dimaksud dengan pluralisme?

Secara sederhana pluralisme berarti konsep berpikir yang didasarkan kepada kesadaran bahwa adanya perbedaan dalam memahami teks agama adalah sebuah  keniscayaan,  karena pemahaman seseorang atau kelompok tertentu dipengaruhi lingkungan, tingkat pemahaman yang berbeda terhadap teks agama. Para ulama menyebutnya sebagai ikhtilaf (perbedaan dalam memahami teks agama). Ikhtilaf sebagai fenomena rasional yang terjadi dalam memahami agama.

Mengabaikan pluralisme akan menciptakan kesempitan dalam luasnya pemahaman agama. Kita seringkali merasakan akibatnya, munculnya pemahaman sempit dan sektarian, mudah terkejut, marah dan bingung saat harus berhadapan dengan perbedaan yang ada. Dengan demikian memasukkan konsep pluralisme adalah sesuatu yang sangat mendesak untuk diajarkan pada semua materi pembelajaran agama, karena hampir dalam semua bidang agama terjadi pemahaman yang berbeda.

Ada banyak kasus dimana faham pluralisme menjadi keharusan. Penulis pernah merasa aneh, ada seorang siswa yang mempunyai pemahaman agama yang baik karena berada di keluarga dan lingkungan agamis, suatu hari dia bertanya kepada penulis bacaan tertentu dalam sholat yang harus dihafal sesuai dengan perintah gurunya. Penulis menjelaskan bahwa dia bisa membaca bacaan yang biasa digunakan, tetapi siswa itu menolak dengan alasan gurunya memerintahkan memakai bacaan itu saat ulangan praktek sholat.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline