Lihat ke Halaman Asli

Orang Sasak Mulai Kritis Sejak Dahulu Kala

Diperbarui: 23 Juni 2015   22:23

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Tidak dinamakan orang sasak jika mereka yang “badok dan ngongok”. Dalam bahasa Indonesia “badok” dapat diartikan “sikap yang ditonjolkan seseorang hanya berdiam tak berbuah makna apa-apa”. Sedangkan “ngongok” dapat dartikan “sikap yang ditonjolkan seseorang yang tidak cepat menangkap sesuatu yang dibicarakan orang lain/lawan bicara, atau tidak respoundshif”.


Adalah sesuatu yang lumrah memang bagi setiap manusia jika mereka memiliki tingkat kemampuan intelektual yang berbeda, diantara mereka ada yang bodoh, ada pula yang cerdas, ada yang setengah bodoh, setengah cerdas, bahkan ada juga diantarakita yang tidak tahu apakah dirinya bodoh atau cerdas, mereka itulah manusia yang gila, karena akalnya sudah tidak berpungsi secara normal.


Terletak pada akal sehat, lalu kemudian manusia selalu menggunakan akalnya untuk mencaritahu tentang KEBENARAN, dan KEBENARAN terhadap setiap apapaun tentunya manusia memperolehnya melalui pemikiran dan pengkajian yang kritis dan mendalam bermodal ilmu pengetahuan. Seseorang yang “badok” tadinya, mereka tidak pernah belajar ilmu pengetahuan, apalagi sampai mereka mau tahu dan berpikir tentang KEBENARAN tersebut, saking “badoknya” merekapun ternggelam dalam suasana avatis hingga berujung pada penyesalan semata.


Karena “badok dan ngongok” merupakan sikap seseorang yang terlahir dari sifat tidak kritis, maka jauh masa sebelumnya orang sasakpun memperingati anak cucu mereka agar selalu kritis dalam mencari KEBENARAN dari setiap perso’alan.


Lewat salah satu lirik Pantun orang sasak sendiri tersirat sebuah kata “pelisak bawon batu, lamung’k ndek gitak ndek’h sadu”. Bait pantun tersebut sebetulnya bertujuan agar bisa dimaknai sebagai kata-kata motivasi dari orang sasak tempo dulu, mengingat agar anak cucu mereka di masa yang akan datang tidak cepat terjebak, terjajah oleh kondisi atau peristiwa apapun. Artinya, orang sasak sendiri tidak cepat mengkalim sebuah kebenaran jika bersumber dari sebuah opini, sekalipun orang sasak jago membuat opini alias “bekanak bin ngerumpi”. Orang sasakpun baru akan mengkalim sesuatu itu benar/salah apabila ia melihat, mendengar dengan mata dan telinganya sendiri. Itulah makna dari bait pantun yang telah disebutkan.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline