Lihat ke Halaman Asli

Bung Amas

Literasi Sampai Mati

Demokrasi Pasar Ide, Bukan Pasar Elektoral

Diperbarui: 22 Januari 2023   11:55

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bung Amas (Dokpri)


PEMILU (elektoral) selalu identik dengan merebut suara rakyat. Jarang kita menempatkan posisi Pemilu sebagai wadah kompetisi ide atau gagasan. Diatur alurnya dari hulu hingga hilir, yang menghasilkan kesejahteraan rakyat. Keadilan, kesetaraan, kepastian hukum, dan kedamaian bagi rakyat.

Mestinya, Pemilu dimaknai dan dihiasi denga pasar ide. Yang keseluruhan kompetisi diwarnai dengan jualan janji manis. Politik transaksional, uang dijadikan ukuran untuk menang, bukan ide.

Kampanye Pemilu menjadi alur mengatur lalu lintas ide. Bukan bertarung membagi uang. Rebut pengaruh, memberi, serta merayu membujuk rakyat untuk mendapatkan sebanyak-banyaknya dukungan suara.

Untuk menjadikan Pemilu 2024 bermutu, demokrasi seharusnya dijadikan alat pasar ide. Biarlah yang ramai dibicarakan rakyat itu ide-ide membangun daerah, dan ide-ide membangun negara. Politisi dinilai atau dikenali rakyat karena modelitas ide.

Bukan karena ia punya banyak harta atau uang. Seperti yang selama ini terjadi dalam tiap momentum politik. Yang penting diutamakan partai politik juga begitu, mereka politisi yang memiliki konsep, perjuangan politik, dan ide yang otentik, yang kuat perlu diberi porsi

Jangan ditenggelamkan dengan hadirnya politisi yang tajir banyak uang. Elit parpol silahkan mengendorse kader-kadernya yang punya ide. Punya sejuta pengalaman bersama rakyat atau yang terbiasa mengabdi pada banyak orang.

Dari pola hubungan seperti itu membuat politisi menjadi confidence. Bukan menempatkan politisi yang kekurangan, bahkan miskin ide menjadi andalan partai politik.

Ide yang dimaksud ialah ide konstruktif "membangun". Pertarungan seperti ini paling elok dan edukatif. Menggeser persaingan politik uang ke ruang politik ide. Biar politisi bertengkar dengan ide-ide membangun daerah dan membangun negara.

Kondisi yang diharapkan ini memerlukan semacam briefing politik dari elit partai politik. Elit yang tentu menghendaki ada masa depan demokrasi. Kemajuan, kemaslahatan dan keselamatan rakyat.

Karena realitasnya, tidak semua elit partai politik berfikirnya terbuka dan berkemajuan seperti itu. Sebagian mereka malah nyaman dengan cara interaksi oligarki.

Melalui pendekatan tersebut, maka akan muncul pemimpin yang tau dan dapat melindungi hak asasi manusia, dan memenuhi hak warga negara dari seluruh elemen rakyat Indonesia.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline