Aku bangun dengan perasaan campur aduk pagi tadi, jantungku berdetak penuh harap sekaligus sedih.
Semalam, aku sudah membereskan barang-barangku di kamar ini. Tas kecil berisi pakaian, alat mandi, dan botol minum rapi di samping ranjang.
Sebelum meninggalkan kamar, aku berpamitan dengan tetangga sekamar, Pak Bari dan istrinya. Dengan perasaan sedih, aku menyalami tangan mereka yang sudah mulai keriput.
Tiga hari di sini, telah membuat kami seperti keluarga. "Cepat sembuh, ya Om," kata Bu Bari dengan senyum hangat.
Pak Bari dan istrinya adalah pasangan yang penuh kasih. Mereka punya dua putri yang sudah menikah, dan aku sempat bertemu keduanya saat mereka menjenguk.
Wajah mereka cerah, penuh tawa, dan selalu membawa cerita-cerita hangat tentang keluarga. Kebaikan mereka membuatku merasa tak sendiri di tempat asing ini.
Pukul 07.30 WIB, aroma bubur ayam menggoda hidungku. Petugas rumah sakit mengantarkan sarapan, dan aku langsung melahapnya, meski tangan kiriku masih kaku akibat infus yang baru dilepas semalam.
Setelah sarapan, aku menelan empat butir obat dengan sebotol air minum, berharap tubuhku terus membaik.
Infus yang menempel selama tiga hari meninggalkan bekas, tangan kiriku terasa berat dan kaku saat kugerakkan.
Mengetik tiga cerita untuk Kompasiana kemarin jadi tantangan tersendiri. Bayangkan, aku harus mengetik hanya dengan tangan kanan!