Lihat ke Halaman Asli

Tokoh Alternatif untuk Walikota Bandung 2013-2018

Diperbarui: 24 Juni 2015   17:17

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kemacetan di salah satu sudut kota Bandung (foto: © Fanny Octavianus/Ant)

Usai riuh memilih gubernur, warga kota Bandung kini bersiap mencari figur baru untuk memimpin kota kesayangannya. KPUD telah menetapkan pilwalkot akan diselenggarakan tanggal 23 Juni 2013. Pekan depan, 11-17 Maret 2013, adalah masa pendaftaran pasangan calon yang akan berlaga.

Jika Anda ke Bandung, tampak beberapa tokoh sudah gencar memajang wajahnya di baliho-baliho besar di sudut-sudut strategis. Sementara partai-partai politik masih sibuk menggodok nama-nama yang akan dijagokan, tentu tanpa melupakan strategi dan deal-deal politik yang dianggap akan menguntungkan partai di masa depan.

Wakil Walikota Bandung saat ini, Ayi Vivananda, dipastikan akan ikut bertarung sebagai petahana. Ayi telah secara resmi mendaftar ke PDIP, kendaraan yang sudah dikendarainya bersama Dada Rosada pada pilwalkot 2008 silam.  Pria berusia 46 tahun ini masih harus mendulang dukungan dari partai lain, mengingat PDIP hanya menduduki 7 dari 50 kursi di DPRD Kota Bandung. Satu hal yang tidak sulit, mengingat posisi Ayi sebagai incumbent. Yang sulit adalah memulihkan kepercayaan warga Bandung yang pada pilwalkot lalu berharap banyak kepada dirinya untuk berbuat sesuatu bagi perbaikan kehidupan kota, namun dalam kenyataanya Bandung dalam 5 tahun terakhir ini tampak semakin tak terurus. Kalaupun ada yang dapat dibanggakan hanyalah berdirinya Stadion Utama Sepakbola Gedebage yang siap diresmikan bulan Maret ini. Itupun masih seperti proyek mercu suar yang memendam banyak masalah, karena berdirinya stadion megah bertaraf internasional itu gagal dibarengi dengan pengembangan infrastruktur pendukung seperti akses jalan, parkir dan jalur transportasi umum. Belum lagi, soal nama masih menjadi duri dalam daging; pernah dipaksakan dinamai Gelora Rosada, yang ditolak mentah-mentah oleh banyak kalangan. Di bidang lain hampir tak ada prestasi yang dapat dicatat oleh publik. Tidak mengherankan apabila survei LSN bulan Desember 2012 silam mencatat elektabilitas  Ayi hanya 22%, meskipun lebih dari 80% responden mengenalnya. Artinya, Ayi dikenal tapi tidak terlalu disukai.

Elektabilitas tertinggi justru diraih oleh Sekda Kota Bandung Edi Siswadi. Sebagai birokrat, Edi memang tidak berasal dari partai tertentu, namun elektabilitasnya mencapai 40%. Secara resmi, Edi diusung oleh Hanura (2,3%), PBB (2,1%), PKB (1,6%) dan PPRN. Edi masih perlu tambahan dukungan dari parpol lain untuk menggenapi syarat minimum 15%.

Figur politisi lain yang juga menyatakan siap maju bersaing jadi Bandung1 adalah ketua DPD Golkar Bandung, Asep Dedi Riyadi, dan Ketua DPRD Bandung yang juga Ketua DPD Partai Demokrat, Erwan Setiawan.  Namun, di samping keduanya masih menunggu mekanisme internal partai, hasil survei pun tidak menunjukkan angka elektabilitas yang cukup menjanjikan. Asep Dedi hanya meraih 6% dukungan. Bisa jadi, Golkar terpaksa hanya jadi penggembira, karena hanya menduduki 6 kursi di DPRD sehingga perlu berkoalisi dengan partai lain. Sementara itu, meski dominan dengan 20 kursi, Partai Demokrat tidak memiliki tokoh yang layak jual. Popularitas dan elektabilitas Erwan masih jauh di bawah. Demikian pula tokoh lokal dari PKS, Oded Danial, terpuruk baik dari sisi popularitas maupun elektabilitas.

Melihat gambaran tersebut, tampaknya figur politisi berlatar belakang partai politik semakin tidak menarik di hati warga Bandung. Demokrat dan PKS, meski menduduki cukup kursi untuk memajukan calon sendiri tanpa koalisi, sulit mencari tokoh yang memiliki popularitas dan elektabilitas cukup tinggi. Belajar dari kecenderungan pemilih yang lebih condong melihat unsur ketokohan calon dibandingkan latar belakang partai, agaknya Demokrat dan PKS perlu melirik tokoh-tokoh alternatif eksternal yang memiliki rekam jejak yang baik dan atau keterkenalan yang memadai.

Selebriti jadi Walikota?

Melihat fenomena pilgub Jabar yang ditaburi selebriti seperti Dedi Mizwar, Dede Yusuf dan Rieke ‘Oneng’, apakah Bandung juga akan bertabur bintang? Gejala ke arah sana tampaknya ada. Setidaknya dua nama selebriti disebut-sebut berpotensi meramaikan ajang kompetisi ini, yaitu Tina Talisa – mantan presenter TV nasional - dan Farhan – artis, presenter, kini menjadi wakil direktur PT. Persib.   Keduanya digadang-gadang oleh PKS untuk jadi calon wakil walikota mendampingi tokoh internal PKS. Agaknya keberhasilan Ahmad Heryawan menggandeng Dedi Mizwar menjadi inspirasi strategi ini.  Apakah akan berhasil? Saya sangat meragukan karena agaknya pemberitaan keterlibatan artis dan kontroversinya pada ajang Pilgub Jabar sudah melampaui ‘daya tampung’ warga Bandung, sehingga apabil artis dimunculkan kembali justru akan membuat mual. Apalagi warga Bandung relatif lebih rasional, heterogen dan berpendidikan. Mereka lebih ingin kepemimpinan yang efektif yang mampu memecahkan persoalan ril sehari-hari yang tak tertangani selama ini seperti kemacetan, banjir, geng motor, dan sampah.

[caption id="attachment_230786" align="aligncenter" width="400" caption="Grafik : Kompas, 18 Mei 2009"]

1362477621799108936

[/caption]

Tokoh Alternatif

Saya mencium ada kecemburuan Bandung kepada Jakarta yang punya Jokowi dan Ahok yang gebrakannya mampu menjebol kebuntuan dan apatisme warga Jakarta akibat masalah yang tak pernah terselesaikan selama bertahun-tahun. Bandung punya problem yang sama. Banyak rencana perbaikan dan pembangunan kota yang tak jelas penanganannya. Kepemimpinan yang ada sama sekali tidak muncul memberikan harapan bahwa Bandung akan bisa menjadi lebih baik. Orang Bandung bilang:   “Boro-boro lebih baik, masalah-masalah yang ada justru bertambah parah!”

[caption id="" align="aligncenter" width="600" caption="Kemacetan di salah satu sudut kota Bandung (foto: © Fanny Octavianus/Ant)"]

Kemacetan di salah satu sudut kota Bandung (foto: © Fanny Octavianus/Ant)

[/caption]

Kemacetan di salah satu sudut kota Bandung (foto:© Fanny Octavianus/Ant)

Apatisme warga Bandung mungkin sudah melebih apatisme warga Jakarta sebelum era Jokowi-Ahok. Jika ada tokoh yang punya keikhlasan dan enerji seperti Jokowi-Ahok, saya yakin, akan menang.  Adakah?

[caption id="" align="alignleft" width="298" caption="Kang Emil dan Ide Shuttle Bike"][/caption]

Partai Persatuan Pembangunan dan Koalisi Parpol Non Parlemen Kota Bandung agaknya memiliki pemikiran lebih maju dalam hal mencari tokoh alternatif.  Mereka sepakat mengusung tokoh muda  Ridwan Kamil, sebagai calon walikota yang diyakini akan membawa angin segar dan harapan perubahan di Bandung. Arsitek, budayawan dan aktivis penggerak  kreativitas kota ini memiliki prestasi tingkat internasional yang sangat membanggakan. Penghargaan terakhir yang diraihnya adalah Urban Leadership Award 2013 dari University of Pennsylvania, AS, atas kegigihan dan prestasinya menata kehidupan masyarakat dengan pendekatan gotong royong dan estetika melalui Bandung Creative City Forum. Gerakan ini telah menghasilkan karya nyata, antara lain di Blok Tempe, Babakan Asih, Bandung, yang berhasil menyulap kampung preman menjadi kampung asri dengan sentuhan seni, dan menjadi salah satu ikon wisata jalan-jalan di Bandung. Ia juga menggagas gerakan pemanfaatan lahan kosong di perkotaan untuk berkebun; memenuhi kebutuhan sayur-sayuran warga secara mandiri sekaligus menghijaukan kota. Gerakan yang diawali di Bandung ini telah menyebar ke seluruh Indonesia, menjadi trend yang melibatkan masyarakat dari segala kalangan dan usia. Ridwan meraih keahlian dalam perencanaan dan desain kota dari universitas terkemuka di Amerika Serikat, karya-karyanya menghiasi puluhan kota besar di dunia. Namun ia lebih suka jika rakyat kecil yang menikmati ide dan kreativitasnya dengan keringat mereka sendiri lewat semangat  kebersamaan dan gotong-royong dengan berbagai pihak.

Pria kelahiran Bandung 42 tahun silam itu juga telah didekati parpol-parpol besar untuk menjadi wakil walikota. Dengan rendah hati, pria yang akrab dipanggil dengan nama kecil Emil ini berujar: ... tak masalah, asal nantinya jelas dalam pembagian kerjanya jangan hanya dijadikan simbol.” Sebuah sikap yang sederhana, jauh dari ambisi, asalkan karyanya dapat bermanfaat seluas-luasnya untuk masyarakat.

Kita ucapkan selamat, Kang Emil.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline