Sebagai siswa, saya pernah melihat teman yang setiap hari diejek karena penampilannya. Awalnya saya kira hanya bercanda, tapi lama-kelamaan ia menjadi pendiam dan sering tidak masuk sekolah. Dari situ saya sadar bahwa bullying bukan hal sepele. Sekali orang merasa direndahkan terus-menerus akan meninggalkan luka, luka yang ditinggalkan bisa bertahan lama bahkan setelah ejekan itu berhenti.
Bullying dapat terjadi di mana saja bisa di sekolah, lingkungan tempat tinggal, bahkan di sosial media. Pelaku sering tidak menyadari bahwa kata-katanya itu bisa melukai perasaan orang lain bahkan lebih dalam daripada pukulan. Akibatnya, korban bisa kehilangan rasa percaya diri, takut bersosialisasi, hingga mengalami gangguan mental. Menghentikan bullying bukan hanya tanggung jawab guru atau orang tua, tetapi juga teman-teman sebaya yang berani bersuara ketika melihat ketidakadilan.
Menurut saya, menciptakan lingkungan yang aman dimulai dari hal sederhana: menghargai perbedaan dan menggunakan kata-kata yang baik. Setiap orang berhak merasa diterima tanpa harus berubah menjadi seperti orang lain. Jika kita semua mau saling peduli, bullying tidak akan punya tempat lagi di sekolah maupun di dunia digital. Mari mulai dari diri sendiri, karena menghentikan satu ejekan bisa menyelamatkan satu hati.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI