Lihat ke Halaman Asli

Benedikta NyomanPutri

Mahasiswa Pendidikan Kimia

Tri Hita Karana dalam Tata Ruang Bali: Dari Filosofi Hidup ke Materi Pelajaran IPA SMP

Diperbarui: 28 September 2025   17:16

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Latar Belakang

Fenomena pembangunan vila mewah di kawasan Canggu, Badung, Bali, dalam dua dekade terakhir menjadi sorotan serius. Kawasan yang dulunya identik dengan hamparan sawah subak---sistem irigasi tradisional Bali yang telah diakui UNESCO sebagai warisan budaya dunia---kini perlahan berubah menjadi deretan vila, kafe, dan pusat hiburan. Lahan yang seharusnya berfungsi sebagai daerah resapan air berkurang drastis, mengakibatkan banjir saat musim hujan dan krisis air bersih di musim kemarau.

Lebih dari sekadar masalah lingkungan, pembangunan tersebut sering kali mengabaikan konsep tata ruang tradisional Bali yang berlandaskan Tri Mandala dan Tri Angga. Kedua konsep ini sejatinya merupakan turunan dari falsafah Tri Hita Karana (THK), yaitu harmoni antara manusia dengan Tuhan (Parahyangan), manusia dengan sesama (Pawongan), dan manusia dengan alam (Palemahan).

Ketidakteraturan tata ruang tidak hanya menimbulkan persoalan ekologis, tetapi juga menggerus identitas budaya Bali. Hal ini memunculkan pertanyaan penting: bagaimana generasi muda Bali dapat memahami dan melanjutkan filosofi luhur ini jika praktik di lapangan justru banyak mengabaikannya? Karena itu, mengkaji implementasi THK dalam tata ruang sekaligus mengintegrasikannya ke dalam kurikulum IPA SMP menjadi langkah strategis.

Topik ini relevan secara sosial karena menyangkut keberlanjutan harmoni masyarakat, relevan secara ekonomi karena pariwisata Bali bertumpu pada keseimbangan budaya dan alam, serta relevan secara pendidikan karena sekolah adalah ruang strategis untuk menanamkan kesadaran lingkungan sejak dini.

Dasar Teori: Tri Hita Karana, Tri Mandala, dan Tri Angga

Tri Hita Karana sebagai Falsafah Utama

Tri Hita Karana berarti "tiga penyebab kebahagiaan". Falsafah ini menegaskan bahwa kesejahteraan hanya tercapai bila manusia menjaga tiga harmoni utama:

  1. Parahyangan -- hubungan dengan Tuhan melalui bhakti, doa, dan rasa syukur.

  2. Pawongan -- hubungan dengan sesama manusia melalui solidaritas, gotong royong, dan empati.

  3. Palemahan -- hubungan dengan alam melalui pelestarian, konservasi, dan pemanfaatan berkelanjutan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline