Di era digital ini, perbincangan mengenai Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI sering kali dipenuhi dengan berbagai kritik, mulai dari kinerja yang dianggap kurang memuaskan, minimnya kehadiran, hingga isu-isu kontroversial yang memicu perdebatan publik. Namun, pernahkah kita menengok ke belakang, ke masa kolonial, di mana cikal bakal lembaga perwakilan rakyat di Indonesia, yaitu Volksraad, didirikan? Perjalanan para tokoh bangsa di Volksraad menawarkan sebuah sudut pandang yang menarik dan seringkali luput dari perhatian.
Didirikan pada tahun 1918 oleh pemerintah kolonial Belanda, Volksraad (Dewan Rakyat) awalnya dianggap sebagai "pemanis" dalam politik etis, sebuah lembaga penasihat tanpa kekuasaan signifikan. Gubernur Jenderal memiliki hak veto yang membuat setiap keputusan Volksraad bisa dianulir. Namun, di dalam keterbatasan itu, para pejuang nasionalis seperti M.H. Thamrin, H.O.S. Cokroaminoto, Abdoel Moeis, dan Soetardjo Kartohadikoesoemo melihat peluang.
Mereka tidak sekadar duduk manis. Mereka mengubah Volksraad dari "boneka pemerintah" menjadi corong perjuangan. Apa yang mereka perjuangkan?
- Petisi Soetardjo (1936): Petisi ini menuntut otonomi bagi Hindia Belanda dalam kerangka persemakmuran Belanda. Meski ditolak, petisi ini menjadi tonggak penting yang menunjukkan semangat diplomasi para nasionalis.
- Perjuangan Bahasa: M.H. Thamrin dengan gigih berpidato di Volksraad menggunakan bahasa Melayu (yang kemudian menjadi Bahasa Indonesia). Perjuangan ini membuka jalan bagi pengakuan bahasa Indonesia dan menjadi simbol perlawanan kultural.
- Membela Rakyat Secara Konkret: Tokoh-tokoh seperti M.H. Thamrin dikenal vokal membela hak-hak kaum pribumi, mulai dari masalah air bersih hingga pemukiman kumuh, bahkan mendesak Belanda untuk peduli nasib kaumnya. Perjuangan mereka tidak hanya teoretis, tetapi langsung menyentuh persoalan sehari-hari rakyat.
Mereka berjuang di dalam sistem yang menindas. Setiap kata yang keluar dari mulut mereka bisa memicu reaksi keras dari pemerintah kolonial. Mereka harus bernegosiasi, berdiplomasi, dan menggunakan segala cara yang mungkin untuk membela rakyat, bahkan dengan risiko yang besar.
Para anggota Volksraad mengajarkan kita bahwa perjuangan politik yang sejati adalah perjuangan yang berlandaskan pada kepentingan rakyat, bukan kepentingan pribadi atau golongan. Dengan merenungkan kembali sejarah, kita berharap semangat perjuangan para pendahulu ini dapat menginspirasi para wakil rakyat saat ini untuk lebih proaktif, responsif, dan berdedikasi dalam menjalankan amanah yang telah diberikan oleh seluruh rakyat Indonesia.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI