Shakespeare pernah menyatakan, "Seluruh dunia adalah sebuah panggung, dan setiap pria dan wanita hanyalah para pemain. "
Setiap individu adalah seorang aktor. Dunia merupakan arena pertunjukan. Kita dibesarkan dengan peran yang ditentukan: anak yang baik, siswa yang berprestasi, pekerja yang giat, pasangan yang sempurna. Kita berbicara sesuai dengan naskah, tertawa pada saat yang diharapkan, dan menahan air mata ketika diminta untuk bersikap kuat.
Namun, pertanyaannya adalah: siapa yang menciptakan naskah ini?
Apakah kita benar-benar hidup menurut keputusan kita sendiri atau hanya menjalani peran yang diinginkan orang lain untuk kita tampilkan?
Naskah Tak Tertulis Tapi Terus Dijalanin
Sejak kecil kita didikte oleh ekspektasi.
Harus pintar di sekolah
Harus punya pekerjaan tetap
Harus menikah di usia tertentu
Harus terlihat "berhasil"
Tanpa sadar, kita ikut main dalam drama kehidupan yang tak pernah kita pilih perannya.
Kita belajar berakting: tersenyum walau sakit, bicara walau tak ingin, bertahan meski ingin menyerah.
Dan yang paling ironis?
Banyak dari kita tak pernah mempertanyakan apakah kita suka peran ini.
Antara Penonton, Pemain, dan Sutradara
Kadang-kadang kita merasa seperti pemeran pendukung dalam kisah orang lain. Melakukan rutinitas yang sama setiap hari, tanpa tujuan, tanpa dorongan dari hati.
Sementara orang lain, seperti keluarga, bos, atau lingkungan, berperan sebagai "sutradara" yang mengatur tindakan dan percakapan kita. Kita ingin berteriak, "ini bukan diriku. " Namun, sorotan lampu membuat kita terdiam.