Indonesia telah berupaya menjalankan politik luar negeri bebas aktif pada era Jokowi. Indonesia melakukan berbagai sikap dalam merespons Perang Rusia-Ukraina sesuai dengan prinsip yang dianut.
Dalam konteks Perang Rusia-Ukraina, Indonesia berusaha untuk menjaga keseimbangan antara kepentingan nasional dan komitmen internasional.
Dengan prinsip politik luar negeri bebas-aktif, Indonesia dapat menjaga hubungan baik dengan Rusia dan Ukraina. Akan tetapi, beberapa sikap dinilai tidak mengambil tindakan yang adil dan lebih cenderung memihak ke salah satu kubu.
Dari berbagai sikap yang dilakukan Indonesia, ada kecenderungan untuk mendukung Perang Rusia-Ukraina.
Pertama, Indonesia menolak mencabut hak Rusia dari Dewan Hak Asasi Manusia. Namun, tetap mendukung resolusi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dalam mengecam tindakan Rusia.
Dukungan terhadap resolusi PBB yang mengecam tindakan Rusia menunjukkan bahwa Indonesia tetap menghormati hukum internasional. Akan tetapi, penolakan untuk mencabut hak Rusia dari Dewan Hak Asasi Manusia menunjukkan bahwa Indonesia juga mempertimbangkan hubungan bilateral yang lebih luas.
Di sisi lain, Indonesia masih mengundang Rusia dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 di Bali pada waktu itu. Sikap tersebut menggambarkan Indonesia masih berupaya menjaga hubungan baik dengan kedua pihak.
Indonesia tetap mengundang Rusia untuk berpartisipasi dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 di Bali bertentangan dengan seruan internasional untuk mengisolasi Rusia.
Keputusan ini menjadi bukti bahwa Indonesia memilih untuk tidak memihak secara terang-terangan atau memperlihatkan dukungan tidak langsung dalam konflik ini. Sebagai negara dengan prinsip politik luar negeri bebas aktif, Indonesia menunjukkan sikap pragmatis dengan tetap membuka ruang dialog melalui forum internasional.
Selain itu, keputusan untuk mengundang Rusia dalam KTT G20 juga memperlihatkan sikap Indonesia yang mengutamakan dialog daripada isolasi. Indonesia berpendapat bahwa G20 adalah forum ekonomi yang tidak seharusnya terpecah oleh isu politik.
Kehadiran Rusia bisa dianggap sebagai bentuk toleransi terhadap tindakan agresi. Sikap ini menciptakan kesan bahwa Indonesia lebih condong mendukung Rusia dibandingkan menjaga netralitas.